Selasa, 27 April 2010

Karya Ilmiah ku

Facebook untuk Desa

Latar Belakang
Kalau kita baca tentang sejarah facebook, Facebook dibuat oleh salah seorang mahasiswa Harvard. Tujuan pertama dibuat facebook saat itu adalah sebagai media tukar informasi dan perkenalan mahasiswa Harvard itu sendiri.
Saat ini facebook sudah menjadi website pertemanan umum, artinya setiap orang di seluruh dunia bisa menjadi member facebook asalkan sudah memenuhi persayaratan. Saat ini facebook sudah menempati daftar web paling banyak di kunjungi di seluruh dunia, pengunjung facebook melebihi blogger, maupun wordpress. Menurut ranking alexa yang memberikan traffic rank berdasarkan jumlah pengunjung dan unique ip facebook menduduki ranking 5. Sementara saat tulisan ini dibuat Google menempati ranking 1 sementara Yahoo! Ranking 2.
Facebook mudah di gunakan, baik tua, muda, wanita maupun pria,sudah mengenal bahkan menggunakan Facebook sebagai media komunikasi mereka, Bahkan sekarang dapat di gunakan lewat Hp,yang hampir setiap orang sudah memiliki Hp, karena tahun 2010 ini diperkirakan pengguna Facebook akan meningkat tajam.

Permasalahan yang muncul
Bayak yang mengira, kehadiran Facebook banyak mengadung sisi negatifnya,daripada sisi positifnya, padahal jika kita gunakan untuk kemajuan suatu organisasi,yang menyangkut hajat orang banyak sangat bermanfaat.
Dengan kemajuan oranisasi segala persoalan tentang ekonomi,sosial politik,akan dapat di minimalisir. Persepsi masyarakat luas tentang Facebook,memunculkan ide saya, untuk menggunakan fasilitas Facebook untuk kemajuan sebuah Desa sebagai wahana komunikasi yang cepat, mudah,dan murah. Bayangkan saja untuk konsultasi tentang permasalahan dan mencari informasi tentang perkembangan desa dia harus mngunjungi tokoh masyarakat,atau datang ke tempat lurah, padahal untuk pergi ke lurah atau tokoh masyarakat tersebut harus ada perjanjin atau biaya transportasi.

Solusi
Utuk mengatasi hal diatas dengan adanya media facebook, suatu permasalahan yang menyangkut permasalahan desa dapat di minimalisir secepatnya, yaitu dengan aplikasi-aplikasi penyedia layanan masyarakat yang dapat di akses melalui facebook,di harapkan Penerapan Facebook untuk memperlancar organisasi yang akan berdampak terhadap perkembangan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan mudah dan murah.
Contoh dari Facebook ini adalah: seorang warga ingin mengetahui keadaan desanya sekarang. lalu warga tersebut membuka alamat Facebook Desa tersebut. Facebook ini akan memberikan beberapa informasi mengenai berbagai persoalan yang menyangkut keadaan Desa tersebut.sehingga ia tidak perlu pergi kerumah pak lurah atau tokoh masyarakat dan akan menghemat biaya dan waktu.



Rencana Implementasi & Teknologi Pendukung
 
1.Mulailah dari pak lurah, pak lurah sekarang mulailah mempunyai alamat facebook.
2.Sosialisasikan kepada masyarakat terutama pada generasi muda tantang arti dan penggunaan Facebook
2.Buat sebuah alamat Facebok suatu Desa disertai pemanfaatan Aplikasi Facebook seperti;
a.Aplikasi Acara di gunakan untuk,membuat suatu acara Desa.baik acara kegiatan kepemudaan maupun acara yang sifat nya pribadi contoh arisan, kerjs bakti, rapat dll,yang menyangkut kepentingan Desa.
b.Aplikasi Hadiah dapat digunakan untuk membuat acara penghargaan, suatu acara keluarga yang sedang mengadakan hajatan atau ulang tahun dan sebagaintya.
c.Aplikasi Grup dapat di gunakan untuk membuat sejenis organisasi Desa seperti contoh,,organisasi olah raga, AREMA, organisasi pemuda IPPK(Ikatan Pemuda Pemudi Desa Kajoran), Ikatan Organisasi Islam IREMA(Ikatan Remaja Masjid) dll.
d.Aplikasi Tautan dapat di gunakan untuk membuat suatu ide yng menyangkut aspek ekonomi,lowongan kerja,atau tautan lain yang sifatnya menyangkut kemajuan suatu Desa.
e.Aplikasi Catatan dapat digunakan untuk membuat motifasi,Visi Misi suatu Desa dll yang di gunakan untuk kepentingan suatu Desa.
F.Aplikasi Koleksi Foto dapat di gunakan untuk Foto kegiatan,peta Desa, foto acara terbaru dll
g.Aplikasi Vidio,,di gunakan untuk suatu acara yng sifatnya perlu di contoh masyarakat, contohnya vidio cara membuat tempe, vidio Perayaan 17 Agustus,yang sifatnya dapat di contoh masyarakat.
h.Aplikasi Lain dapat pula membuat suatu Blog untuk dapat di mamanfaatkan suatu desa,contoh Petani, Pedagang, hasil tanaman,Harga tanaman dll,Blog ini di buat khsusus yang menyangkut permasalahan di Desa.
3.Alamat Facebook tersebut di buat oleh Desa yang sifat nya umum,jadi terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi teman,tinggal di Add, dan menerima kritikan yang sifatnya membangun.

Benefit
1.Facebook sebagai media komunikasi, yaitu penghubung antara warga dengan lurah,dan terbuka juga untuk umum, hal ini sangat membantu kelancaran komunikasi yang lebih cepat dan murah,
2.Cara menggunakan sebuah Facebook ini lebih menyangkut untuk kemajuan organisasi tapi akan berdampak pada kemajuan suatu desa,,dan menjadi proyek percontohan menjadi desa maju, akibat adanya kemajuan teknologi media Facebook.
3.Media Facebook ini bersifat umum dapat juga sebagai media mengkrikit atau pemberian saran yang sifat nya untuk saling koreksi antara masyarakat dengan Lurah, atau terbuka untuk menerima kritikan dari luar daerah.
4.Dengan majunya suatu organisasi dalam sebuah desa, maka akan berdampak pada kemudahan untuk mengkoordinir masyarakat dan akan mudah mengakses informasi yang sifat nya penting dan mendesak, facebook ini dapat di buka lewat komputer maupun Hp.

Gerak Parabola

Pada pokok bahasan Gerak Lurus, baik GLB, GLBB dan GJB, kita telah membahas gerak benda dalam satu dimensi, ditinjau dari perpindahan, kecepatan dan percepatan. Kali ini kita mempelajari gerak dua dimensi di dekat permukaan bumi yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Pernakah anda menonton pertandingan sepak bola ? mudah-mudahan pernah walaupun hanya melalui Televisi. Gerakan bola yang ditendang oleh para pemain sepak bola kadang berbentuk melengkung. Mengapa bola bergerak dengan cara demikian ?

Selain gerakan bola sepak, banyak sekali contoh gerakan peluru/parabola yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya adalah gerak bola volly, gerakan bola basket, bola tenis, bom yang dijatuhkan, peluru yang dtembakkan, gerakan lompat jauh yang dilakukan atlet dan sebagainya. Anda dapat menambahkan sendiri. Apabila diamati secara saksama, benda-benda yang melakukan gerak peluru selalu memiliki lintasan berupa lengkungan dan seolah-olah dipanggil kembali ke permukaan tanah (bumi) setelah mencapai titik tertinggi. Mengapa demikian ?

Benda-benda yang melakukan gerakan peluru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, benda tersebut bergerak karena ada gaya yang diberikan. Mengenai Gaya, selengkapnya kita pelajari pada pokok bahasan Dinamika (Dinamika adalah ilmu fisika yang menjelaskan gaya sebagai penyebab gerakan benda dan membahas mengapa benda bergerak demikian). Pada kesempatan ini, kita belum menjelaskan bagaimana proses benda-benda tersebut dilemparkan, ditendang dan sebagainya. Kita hanya memandang gerakan benda tersebut setelah dilemparkan dan bergerak bebas di udara hanya dengan pengaruh gravitasi. Kedua, seperti pada Gerak Jatuh Bebas, benda-benda yang melakukan gerak peluru dipengaruhi oleh gravitasi, yang berarah ke bawah (pusat bumi) dengan besar g = 9,8 m/s2. Ketiga, hambatan atau gesekan udara. Setelah benda tersebut ditendang, dilempar, ditembakkan atau dengan kata lain benda tersebut diberikan kecepatan awal hingga bergerak, maka selanjutnya gerakannya bergantung pada gravitasi dan gesekan alias hambatan udara. Karena kita menggunakan model ideal, maka dalam menganalisis gerak peluru, gesekan udara diabaikan.

Pengertian Gerak Peluru

Gerak peluru merupakan suatu jenis gerakan benda yang pada awalnya diberi kecepatan awal lalu menempuh lintasan yang arahnya sepenuhnya dipengaruhi oleh gravitasi.

Karena gerak peluru termasuk dalam pokok bahasan kinematika (ilmu fisika yang membahas tentang gerak benda tanpa mempersoalkan penyebabnya), maka pada pembahasan ini, Gaya sebagai penyebab gerakan benda diabaikan, demikian juga gaya gesekan udara yang menghambat gerak benda. Kita hanya meninjau gerakan benda tersebut setelah diberikan kecepatan awal dan bergerak dalam lintasan melengkung di mana hanya terdapat pengaruh gravitasi.

Mengapa dikatakan gerak peluru ? kata peluru yang dimaksudkan di sini hanya istilah, bukan peluru pistol, senapan atau senjata lainnya. Dinamakan gerak peluru karena mungkin jenis gerakan ini mirip gerakan peluru yang ditembakkan.

Jenis-jenis Gerak Parabola

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa jenis gerak parabola.

Pertama, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dengan sudut teta terhadap garis horisontal, sebagaimana tampak pada gambar di bawah. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak gerakan benda yang berbentuk demikian. Beberapa di antaranya adalah gerakan bola yang ditendang oleh pemain sepak bola, gerakan bola basket yang dilemparkan ke ke dalam keranjang, gerakan bola tenis, gerakan bola volly, gerakan lompat jauh dan gerakan peluru atau rudal yang ditembakan dari permukaan bumi.

Kedua, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal pada ketinggian tertentu dengan arah sejajar horisontal, sebagaimana tampak pada gambar di bawah. Beberapa contoh gerakan jenis ini yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, meliputi gerakan bom yang dijatuhkan dari pesawat atau benda yang dilemparkan ke bawah dari ketinggian tertentu.

Ketiga, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dari ketinggian tertentu dengan sudut teta terhadap garis horisontal, sebagaimana tampak pada gambar di bawah.

Menganalisis Gerak Parabola

Bagaimana kita menganalisis gerak peluru ? Eyang Galileo telah menunjukan jalan yang baik dan benar. Beliau menjelaskan bahwa gerak tersebut dapat dipahami dengan menganalisa komponen-komponen horisontal dan vertikal secara terpisah. Gerak peluru adalah gerak dua dimensi, di mana melibatkan sumbu horisontal dan vertikal. Jadi gerak parabola merupakan superposisi atau gabungan dari gerak horisontal dan vertikal. Kita sebut bidang gerak peluru sebagai bidang koordinat xy, dengan sumbu x horisontal dan sumbu y vertikal. Percepatan gravitasi hanya bekerja pada arah vertikal, gravitasi tidak mempengaruhi gerak benda pada arah horisontal.

Percepatan pada komponen x adalah nol (ingat bahwa gerak peluru hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Pada arah horisontal atau komponen x, gravitasi tidak bekerja). Percepatan pada komponen y atau arah vertikal bernilai tetap (g = gravitasi) dan bernilai negatif /-g (percepatan gravitasi pada gerak vertikal bernilai negatif, karena arah gravitasi selalu ke bawah alias ke pusat bumi).

Gerak horisontal (sumbu x) kita analisis dengan Gerak Lurus Beraturan, sedangkan Gerak Vertikal (sumbu y) dianalisis dengan Gerak Jatuh Bebas.

Untuk memudahkan kita dalam menganalisis gerak peluru, mari kita tulis kembali persamaan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Jatuh Bebas (GJB).

Sebelum menganalisis gerak parabola secara terpisah, terlebih dahulu kita amati komponen Gerak Peluru secara keseluruhan.

Pertama, gerakan benda setelah diberikan kecepatan awal dengan sudut teta terhadap garis horisontal.

Kecepatan awal (vo) gerak benda diwakili oleh v0x dan v0y. v0x merupakan kecepatan awal pada sumbu x, sedangkan v0y merupakan kecepatan awal pada sumbu y. vy merupakan komponen kecepatan pada sumbu y dan vx merupakan komponen kecepatan pada sumbu x. Pada titik tertinggi lintasan gerak benda, kecepatan pada arah vertikal (vy) sama dengan nol.

Kedua, gerakan benda setelah diberikan kecepatan awal pada ketinggian tertentu dengan arah sejajar horisontal.

Kecepatan awal (vo) gerak benda diwakili oleh v0x dan v0y. v0x merupakan kecepatan awal pada sumbu x, sedangkan Kecepatan awal pada sumbu vertikal (voy) = 0. vy merupakan komponen kecepatan pada sumbu y dan vx merupakan komponen kecepatan pada sumbu x.

Menganalisis Komponen Gerak Parabola secara terpisah

Sekarang, mari kita turunkan persamaan untuk Gerak Peluru. Kita nyatakan seluruh hubungan vektor untuk posisi, kecepatan dan percepatan dengan persamaan terpisah untuk komponen horisontal dan vertikalnya. Gerak peluru merupakan superposisi atau penggabungan dari dua gerak terpisah tersebut

Komponen kecepatan awal

Terlebih dahulu kita nyatakan kecepatan awal untuk komponen gerak horisontal v0x dan kecepatan awal untuk komponen gerak vertikal, v0y.

Catatan : gerak peluru selalu mempunyai kecepatan awal. Jika tidak ada kecepatan awal maka gerak benda tersebut bukan termasuk gerak peluru. Walaupun demikian, tidak berarti setiap gerakan yang mempunyai kecepatan awal termasuk gerak peluru

Karena terdapat sudut yang dibentuk, maka kita harus memasukan sudut dalam perhitungan kecepatan awal. Mari kita turunkan persamaan kecepatan awal untuk gerak horisontal (v0x) dan vertikal (v0y) dengan bantuan rumus Sinus, Cosinus dan Tangen. Dipahami dulu persamaan sinus, cosinus dan tangen di bawah ini.

Berdasarkan bantuan rumus sinus, cosinus dan tangen di atas, maka kecepatan awal pada bidang horisontal dan vertikal dapat kita rumuskan sebagai berikut :

Keterangan : v0 adalah kecepatan awal, v0x adalah kecepatan awal pada sumbu x, v0y adalah kecepatan awal pada sumbu y, teta adalah sudut yang dibentuk terhadap sumbu x positip.

Kecepatan dan perpindahan benda pada arah horisontal

Kita tinjau gerak pada arah horisontal atau sumbu x. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, gerak pada sumbu x kita analisis dengan Gerak Lurus Beraturan (GLB). Karena percepatan gravitasi pada arah horisontal = 0, maka komponen percepatan ax = 0. Huruf x kita tulis di belakang a (dan besaran lainnya) untuk menunjukkan bahwa percepatan (atau kecepatan dan jarak) tersebut termasuk komponen gerak horisontal atau sumbu x. Pada gerak peluru terdapat kecepatan awal, sehingga kita gantikan v dengan v0.

Dengan demikian, kita akan mendapatkan persamaan Gerak Peluru untuk sumbu x :

Keterangan : vx adalah kecepatan gerak benda pada sumbu x, v0x adalah kecepatan awal pada sumbu x, x adalah posisi benda, t adalah waktu tempuh, x0 adalah posisi awal. Jika pada contoh suatu gerak peluru tidak diketahui posisi awal, maka silahkan melenyapkan x0.

Perpindahan horisontal dan vertikal

Kita tinjau gerak pada arah vertikal atau sumbu y. Untuk gerak pada sumbu y alias vertikal, kita gantikan x dengan y (atau h = tinggi), v dengan vy, v0 dengan voy dan a dengan -g (gravitasi). Dengan demikian, kita dapatkan persamaan Gerak Peluru untuk sumbu y :

Keterangan : vy adalah kecepatan gerak benda pada sumbu y alias vertikal, v0y adalah kecepatan awal pada sumbu y, g adalah gravitasi, t adalah waktu tempuh, y adalah posisi benda (bisa juga ditulis h), y0 adalah posisi awal.

Berdasarkan persamaan kecepatan awal untuk komponen gerak horisontal v0x dan kecepatan awal untuk komponen gerak vertikal, v0y yang telah kita turunkan di atas, maka kita dapat menulis persamaan Gerak Peluru secara lengkap sebagai berikut :







Setelah menganalisis gerak peluru secara terpisah, baik pada komponen horisontal alias sumbu x dan komponen vertikal alias sumbu y, sekarang kita menggabungkan kedua komponen tersebut menjadi satu kesatuan. Hal ini membantu kita dalam menganalisis Gerak Peluru secara keseluruhan, baik ditinjau dari posisi, kecepatan dan waktu tempuh benda. Pada pokok bahasan Vektor dan Skalar telah dijelaskan teknik dasar metode analitis. Sebaiknya anda mempelajarinya terlebih dahulu apabila belum memahami dengan baik.

Persamaan untuk menghitung posisi dan kecepatan resultan dapat dirumuskan sebagai berikut.









Pertama, vx tidak pernah berubah sepanjang lintasan, karena setelah diberi kecepatan awal, gerakan benda sepenuhnya bergantung pada gravitasi. Nah, gravitasi hanya bekerja pada arah vertikal, tidak horisontal. Dengan demikian vx bernilai tetap.

Kedua, pada titik tertinggi lintasan, kecepatan gerak benda pada bidang vertikal alias vy = 0. pada titik tertinggi, benda tersebut hendak kembali ke permukaan tanah, sehingga yang bekerja hanya kecepatan horisontal alias vx, sedangkan vy bernilai nol. Walaupun kecepatan vertikal (vy) = 0, percepatan gravitasi tetap bekerja alias tidak nol, karena benda tersebut masih bergerak ke permukaan tanah akibat tarikan gravitasi. jika gravitasi nol maka benda tersebut akan tetap melayang di udara, tetapi kenyataannya tidak teradi seperti itu.

Ketiga, kecepatan pada saat sebelum menyentuh lantai biasanya tidak nol.

Pembuktian Matematis Gerak Peluru = Parabola

Sekarang Gurumuda ingin menunjukkan bahwa jalur yang ditempuh gerak peluru merupakan sebuah parabola, jika kita mengabaikan hambatan udara dan menganggap bahwa gravitasi alias g bernilai tetap. Untuk menunjukkan hal ini secara matematis, kita harus mendapatkan y sebagai fungsi x dengan menghilangkan/mengeliminasi t (waktu) di antara dua persamaan untuk gerak horisontal dan vertikal, dan kita tetapkan x0 = y0 = 0.




Kita subtitusikan nilai t pada persamaan 1 ke persamaan 2





Dari persamaan ini, tampak bahwa y merupakan fungsi dari x dan mempunyai bentuk umum

y = ax – bx2

Di mana a dan b adalah konstanta untuk gerak peluru tertentu. Persamaan ini merupakan fungsi parabola dalam matematika.

Petunjuk Penyelesaian Masalah-Soal Untuk Gerak Peluru

Pertama, baca dengan teliti dan gambar sebuah diagram untuk setiap soal yang diberikan. tapi jika otakmu mirip Eyang Einstein, gambarkan saja diagram tersebut dalam otak.

Kedua, buat daftar besaran yang diketahui dan tidak diketahui.

Ketiga, analisis gerak horisontal (sumbu x) dan vertikal (sumbu y) secara terpisah. Jika diketahui kecepatan awal, anda dapat menguraikannya menjadi komponen-konpenen x dan y.

Keempat, berpikirlah sejenak sebelum menggunakan persamaan-persamaan. Gunakan persamaan yang sesuai, bila perlu gabungkan beberapa persamaan jika dibutuhkan.

Contoh Soal 1 :

David Bechkam menendang bola dengan sudut 30o terhadap sumbu x positif dengan kecepatan 20 m/s. Anggap saja bola meninggalkan kaki Beckham pada ketinggian permukaan lapangan. Jika percepatan gravitasi = 10 m/s2, hitunglah :

a) Tinggi maksimum

b) waktu tempuh sebelum bola menyentuh tanah

c) jarak terjauh yang ditempuh bola sebelum bola tersebut mencium tanah

d) kecepatan bola pada tinggi maksimum

e) percepatan bola pada ketinggian maksimum

Panduan Jawaban :

Soal ini terkesan sulit karena banyak yang ditanyakan. Sebenarnya gampang, jika kita melihat dan mengerjakannya satu persatu-satu.

Karena diketahui kecepatan awal, maka kita dapat menghitung kecepatan awal untuk komponen horisontal dan vertikal.



a) Tinggi maksimum (y)

Jika ditanyakan ketinggian maksimum, maka yang dimaksudkan adalah posisi benda pada sumbu vertikal (y) ketika benda berada pada ketinggian maksimum alias ketinggian puncak. Karena kita menganggap bola bergerak dari permukaan tanah, maka yo = 0. Kita tulis persamaan posisi benda pada gerak vertikal


Bagaimana kita tahu kapan bola berada pada ketinggian maksimum ? untuk membantu kita, ingat bahwa pada ketinggian maksimum hanya bekerja kecepatan horisontal (vx) , sedangkan kecepatan vertikal (vy) = 0. Karena vy = 0 dan percepatan gravitasi diketahui, maka kita gunakan salah satu gerak vertikal di bawah ini, untuk mengetahui kapan bola berada pada tinggian maksimum.

Berdasarkan perhitungan di atas, bola mencapai ketinggian maksimum setelah bergerak 1 sekon. Kita masukan nilai t ini pada persamaan y

Ketinggian maksimum yang dicapai bola adalah 5 meter. Gampang khan ?

b) Waktu tempuh bola sebelum menyentuh permukaan tanah

Ketika menghitung ketinggian maksimum, kita telah mengetahui waktu yang diperlukan bola untuk mencapai ketinggian maksimum. Sekarang, yang ditanyakan adalah waktu tempuh bola sebelum menyentuh permukaan tanah. Yang dimaksudkan di sini adalah waktu tempuh total ketika benda melakukan gerak peluru.

Untuk menyelesaikan soal ini, hal pertama yang perlu kita ingat adalah ketika menyentuh permukaan tanah, ketinggian bola dari permukaan tanah (y) = 0. sekali lagi ingat juga bahwa kita menanggap bola bergerak dari permukaan tanah, sehingga posisi awal bola alias y0 = 0.

Sekarang kita tuliskan persamaan yang sesuai, yaitu

Waktu tempuh total adalah 2 sekon.

Sebenarnya kita juga bisa menggunakan cara cepat. Pada bagian a), kita sudah menghitung waku ketika benda mencapai ketinggian maksimum. Nah, karena lintasan gerak peluru berbentuk parabola, maka kita bisa mengatakan waktu tempuh benda untuk mencapai ketinggian maksimum merupakan setengah waktu tempuh total. Dengan kata lain, ketika benda berada pada ketinggian maksimum, maka benda tersebut telah melakukan setengah dari keseluruhan gerakan. Cermati gambar di bawah ini sehingga anda tidak kebingungan. Dengan demikian, kita bisa langsung mengalikan waktu tempuh bola ketika mencapai ketinggian maksimum dengan 2, untuk memperoleh waktu tempuh total.

c) Jarak terjauh yang ditempuh bola sebelum bola tersebut mencium tanah

Jika ditanya jarak tempuh total, maka yang dimaksudkan di sini adalah posisi akhir benda pada arah horisontal (atau s pada gambar di atas). Soal ini gampang, tinggal dimasukkan saja nilainya pada persamaan posisi benda untuk gerak horisontal atau sumbu x. karena kita menghitung jarak terjauh, maka waktu (t) yang digunakan adalah waktu tempuh total.

d) kecepatan bola pada tinggi maksimum

Pada titik tertinggi, tidak ada komponen vertikal dari kecepatan. Hanya ada komponen horisontal (yang bernilai tetap selama bola melayang di udara). Dengan demikian, kecepatan bola pada pada tinggi maksimum adalah :

e) percepatan bola pada ketinggian maksimum

Pada gerak peluru, percepatan yang bekerja adalah percepatan gravitasi yang bernilai tetap, baik ketika bola baru saja ditendang, bola berada di titik tertinggi dan ketika bola hendak menyentuh permukaan tanah. Percepatan gravitasi (g) berapa ? jawab sendiri ya…

Contoh soal 2 :

Seorang pengendara sepeda motor yang sedang mabuk mengendarai sepeda motor melewati tepi sebuah jurang yang landai. Tepat pada tepi jurang kecepatan motornya adalah 10 m/s. Tentukan posisi sepeda motor tersebut, jarak dari tepi jurang dan kecepatannya setelah 1 detik.

Panduan Jawaban :

Kita memilih titik asal koordinat pada tepi jurang, di mana xo = yo = 0. Kecepatan awal murni horisontal (tidak ada sudut), sehingga komponen-komponen kecepatan awal adalah :

Di mana letak sepeda motor setelah 1 detik ? setelah 1 detik, posisi sepeda motor dan pengendaranya pada koordinat x dan y adalah sbb (xo dan yo bernilai nol) :

x = xo + vox t = (10 m/s)(1 s) = 10 m

y = yo + (vo sin teta) t – ½ gt2

y = – ½ gt2

y = – ½ (10 m/s2)(1 s)2

y = – 5 m

Nilai negatif menunjukkan bahwa motor tersebut berada di bawah titik awalnya.

Berapa jarak motor dari titik awalnya ?

Berapa kecepatan motor pada saat t = 1 s ?

vx = vox = 10 m/s

vy = -gt = -(10 m/s2)(1 s) = -10 m/s

Setelah bergerak 1 sekon, sepeda motor bergerak dengan kecepatan 14,14 m/s dan berada pada 45o terhadap sumbu x positif.
Diposkan oleh rizkika mutiara ananda di 20:34
0 komentar:

Problem- problem Sekolah Dasar Ditinjau dari Perkembangan Anak (Siswa)

Problem pendidikan sekolah dasar yang berkaiatan dengan perkembangan anak, baik dari aspek moral, aspek kognitif ataupun aspek social, yang dilihat dari sudut pandang siswa sebagai peserta didik dan guru sebagi pendidik adalah sebagai berikut :
A.Prolem pendidikan dilihat dari sisi peserta didiknya, diantaranya adalah :
1.Sebagian besar siswa enggan atau malas belajar
Hal ini dikarenakan anak menuntut perhatian dalam belajar namun pada prakteknya anank tidak mendapatkan perhatian. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan personal sosial anak yang dikemukakan oleh Erikson yakni pada tahap Industry vs Inferiority ( umur 6 sampai 11 tahun ). Dimana anak sudah bisa mengerjakan tugas- tugas sekolah, namun masih memilik kecenderungan untuk kurang hati- hati dan menuntut perhatian. Oleh karena itu apabila anak tidak mendapat perhatian maka anak akan menjadi enggan atau malas belajar.
2.Ada siswa yang senang melanggar peraturan .
Perilaku ini disebabkan oleh kejenuhan siswa meneriama aturan- aturan yang harus dipatuhinya . Sementara siswa rtersebut ingin bebas dalam menentukan sikap sesuai dengan keyakinanya sendiri. Perilaku anak ini sesuai denga teori perkembangan moral peserta didik yang dikemukakan oleh Lwrence Kohlberg, yakni ketika anak mencapai level 3 post convetional pada stage 4 ke 5, yang disebut sebagai tingkat transisi. Dimana seseorang belum sampai pada tingkat post conventional yang sebenarnya. Pada tingkat ini criteria benar atau salah bersifat personal dan subjektif ( tergantung pelakunya dalam hal ini adalah siswa) serta tidak memiliki prinsip yang jelas dalam mengambil suatu keputusan moral.
3.Ada siswa yang suka melakukan bulying kepada siswa lain.
Siswa melakukan hal itu karena siswa merasa hebat. Hal ini biasa dilakukan oleh siswa kelas tinggi kepada siswa kelas rendah. Namun ada pula yang melakukan bulying terhadap teman sekelas. Adapun bentuk perlakuan bulyingnya adalah memalak (meminta uang dengan paksa), menyuruh- nyuruh siswa lain, mengerjai siswa lain, dsb. Hal yang melatar belakangi siswa melakukan hal itu adalah karena siswa tersebut ingin mendapat pengakuan, ingin mendapat peranan atau ingin dianggap penting / diperhatikan. Ini sesuai dengan teori Erikson mengenai personal sosial anak Ego identity vs Role on fusion (12 sampai 18 tahun). Diman aanak yang beranjak remaj ingin tampil memegang peran social di masyarakat. Namun belum bisa mengatur dan memisahkan tugas dalam peran yang berbeda. Sehingga sebagai ssolusinya siswa melakukan bulying kepada siswa lain agar memperoleh peran di sekolah.
4.Ada siswa yang memilih untuk putus sekolah kemudian membantu orangtua mencari nafkah.
Siswa melakukan pilihan untuk putus sekolah kemudian membantu orangtua karena siswa tersebut melihat realita yang ada disekitar. Dimana keluarga siswa tersebut adalah keluarga yang kurang mampu. Keluarga yang kurang mampu untuk hidup sehari – hari saja susah apalagi harus ditambahi dengan beban biaya sekolah. Sehingga siswa lebih memilih uintuk putus sekolah saja kemudian membantu orang tua mencaru nafkah. Pemikiran siswa tersebut sesuai dengan teori perkembangan kognitif anak yang dikemukakan oleh Jean Peaget yakni pada tahap Formal Operasional (usia 11 samapai 15 tahun). Dimana anak sudah dapat menyelesaiakan masalah abstrak secara logis, dengan melihat realita yang ada dilingkunganya. Tidak mengherankan jika kemudian anak menjadi peduli terhadap isu sosial.
B.Problem pendidikan dilihat dari sisi guru atau pendidik, diantaranya adalah :
1.Perilaku guru yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
Anak pada usia SD memandang guru itu sebagai idola. Mereka menganggap guru itu sempurna, sehingga anak lebih percaya serta patuh kepada guru dari pada kepada orangtua. Selain itu anak pada usia SD adalah masa dimana anak itu meniru atau sering disebut dengan imitasi. Jadi dapat kita bayangkan apabila guru berperilaku tidak sesuai dengan nilai dan norma otomatis anak akan menirukan perilaku guru tersebut. Karena amnak merasa guru itu sebagai idola serta guru itu selalu benar. Misalnya saja ada guru yang apabila berperilaku kasar maka anank akan menirukanya,dsb
2.Guru dalam mengajar hanya satu arah.
Saat ini meskipun telah banyak metode pembelajaran namun masih ada guru yang metode pembelajaranya masih satau arah. Metode pembelajaran satu arah adalah metode pembelajaran dimana guru sebagai pusat. Maksudnya guru hanya memberikan ceramah saja, tidak memberikan siswa kesempatan kepada siswa untuk bersama- sama mendiskusikan suatu masalah dala pelajaran.
3.Sikap guru yang pilih kasih terhadap siswanya.
Saat ini masih banyak guru yang bersikap pilih kasih. Guru membanggakan siswa yang dianggapnya pandai, kemudian menjelek- jelekan siswa yang dianggap bodoh. Hal ini tidak baik bagi perkembangan jiwa anak. Sebab anak yang terlanjur dicap bodoh secara tidak langsung alam bawah sadar anak akan memprosesnya sehingga anak tersebut menjadi tidak memiliki gairah untuk maju sebab anak sudah merasa bodoh. Hal ini sesuai dengan teori labelling dalam sosiologi. Namun terkadang denagan adnya guru yang pilih kasih dapat meningkatakan prestasi siswa lain yang ingin menggatikan posisi siswa yang menjadi pilih kasih guru. Akan tetapi terkadang siswa tersebut menghalalkan segala cara agar bisa mendapatkan posisi tersebut.
4.Sikap guru yang selalu merasa dirinya paling benar
Meskipun negara kita menganut paham demokrasi pancasila, namun dalam dunia pendidikan masih terdapat otoriter guru. Otoriter yang dimaksud adalah guru merasa dirinya paling benar. Hal ini terlihat dari sikap guru yang tidak mau mendengarkan kritik ataupun pembenaran dari siswa ketika guru salah dalam menyampaikan suatu materi pelajaran. Selain itu guru yang merasa dirinya selalu benar juga tidak mau mendengarkan usulan atau pendapat dari siswa. Hal ini dapat mematikan perkembangan daya pikir siswa sebab dibatasi oleh guru.
C.Solusi dari problem- problem pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan anak.
1.Perlu adanya perhatian orangtua .
Orangtua perlu memberikan perhatian dalam masalah pendidikan. Perhatian ini baik ketika anak sedang belajar kemudian orangtua membimbing, ataupun dalam masalah ketika anak disekolah (mengenai pelajaran, gurunya, temanya,dsb). Hal ini penting karena dengan diperhatikan anak akan menjadi lebih semangat dalam belajar serta sekolah. Ini merupakan suatu dorongan ekstrinsik ( dorongan yang berasal dari luar diri anak).
2.Perlu adanya pengawasan guru terhadap perilaku siswa disekolah.
Guru di sekolah tidak hanya memberikan atau menyampaikan materi pelajaran, tetapi guru juga harus memperhatikan perilaku siswa di sekolah. Sebab dengan adanya pengawasan dari guru kemungkinan siswa untuk melakaukan tidakan yang tidak dsemestinya (misalnya bulying) dapay berkurang.

3.Pemberian pembelajaran nilai dan norma bagi para guru.
Guru hendaknya mendpatkan pembelajaran nilai dan norma. Jadi tidak hanya siswanya saja yang mendapat pembelajaran mengenai nilai dan norma. Hal ini perlu bagi guru, sebab sperti yang kita ketahui anak usia Sd menganggap guru sebagai idola. Apabila guru tidak dapat menjadi figur yang baik otomatis anak akan menirukanya. Sehingga pendidikan atau pembelajaran nilai dan norma bagi guru itu perlu.
4.Perlu adanya variasi model pengajaran guru di kelas.
Adanya variasi model pembelajaran guru dikelas diperlukan agar murid tidak bosan. Sehingga siswa menjadi bergairah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Selain itu siswa menjadi lebih mudah mwenagkap pelajaran yang diberikan oleh guru. Selain itu dengan adanya variasi model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh anak.
5.Pemberian beasiswa kepada siswa yang kurang mampu.
Pemberian beasiswa kepada siswa yang kurang mampu diperlukan untuk mengurangi angka putus sekolah akibat masalah ekonomi. Apalagi bila anak tersebut pandai. Pemberian beasiswa hendaknya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah. Akan tetapi masyarakat mengumpulkan uang kemudian uangf tersebut disumbangkan untuk membantu siswa yang kurang mampu.

Minggu, 18 April 2010

Pembinaan Bahasa Indoesia Bagi Siswa SD

Kedudukan Bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana komonikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian Bahasa Indonesia sejak tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi menunjukan kemantapan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kita belum dapat mempergunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam upaya meningkatkan mutu manusia Indonesia sebagai bekal hidup kini dan masa datang.

Tujuan pendidikan Bahasa Indonesia merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuanpendidikan Nasional. Bahasa merupakan alat utama dan pertama untuk membangun arus pemikiran yang jelas dan teliti. Jadi Bahasa Indonesia tidak semata-mata alat komonikasi ,tapi juga alat pokok fundamental dalam proses pendidikan khususnya di Sekolah Dasar. Secara implicit tujuan pendidikan Bahasa Indonesia adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, sikap dan motifasi penggunaan bahasa dalam masyarakat. Kenyataan di sekolah-sekolah banyak guru-guru yang menjumpai siswa-siswanya yang tidak atau belum memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar.Bahkan ada siswa yang malu menggunakan Bahasa Indonesia karena ditertawakan teman-temannya.

Bertitik tolak pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia dilingkungan sekolah khususnya di SD untuk mencapai keberhasilan dalam mata pelajaran lainnya. Oleh karena itulah penulis sangat tertarik untuk membahas masalah tersebut dengan makalah yang dibuat penulis dengan judul : PROSES PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas ,maka penulis merumuskan permasalahanini sebagai berikut :

1.

Komponen-komponen apa saja yang menunjang keberhasilan pembinaan bahasa
Indonesia di sekolah dasar.
2.

Faktor- faktor apa saja yang menunjang keberhasilan pembinaan Bahasa Indonesia di SD
3.

Usaha-usaha apa saja yang dapat ditempuh untuk keberhasilan pembinaan Bahasa
Indonesia di SD

Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk :

*

Mendeskripsikan proses pembinaan bahasa Indonesia di SD.
*

Mendeskripsikan faktor-faktor penunjang keberhasilan pembinaan Bahasa Indonesia di SD.
*

Untuk mendapat gambaran usaha-usaha yang dapat ditempuh dalam mengatasi masalah dalam pembinaan Bahasa Indonesia di SD.

Manfaat penulisan

Hasil makalah ini diharapkan dapat bermafaat oleh berbagai pihak :

GURU : sebagai masukan bagi guru-guru untuk mengetahui manfaat dan pentingnya pembinaan Bahasa Indonesia di SD.

SISWA: agar siswa menyadari bahwa penggunaan bahasa Indonesia di lingkung-
an sekolah sangat penting untuk kelancaran PBM danpersatuan dan kesatuan.

PEMBAHASAN MASALAH

Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki hubungan saling mengisi dan merupakan proses yang berjalan sejajar. Tapi dalam kenyataannya penggunaan bahasa Indonesia ini tidak sejalan, untuk itulah penulis mencoba merumuskan adanya perbedaan sasaran inilah pada pembahasan selanjutnya penulis mencoba merumuskan ke3 masalah sebagai berikut :

Komponen-komponen yang berperan dalam pembinaan Bahasa Indonesia di SD .

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengajaran peminaan Bahasa Indonesia adalah tujuan, siswa, lingkungan [yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat ] dan Sarana [kurikulum, guru, metode,alat pengajaran dan evaluasi ] Tujuan maksudnya adalah tujuan pengajaran harus mencakup tiga asfek yaitu : pemahaman,ketrampilan dan sikap.Secara operasional rumusan tujuan harus dapat dievaluasi sehingga dapat diketahui tujuan berhasil atau tidak. Murid adalah murid sebagai subjek didik harus diperhatikan, karena bagi murid yang baru pandai berbahasa Indonesia akan mempengaruhi stategi pembelajaran di kelas. Bagi murid yang sudah mahir berbahasa Indonesia maka guru akan lebih mudah dalam menyampaikan materi ajar dan cepat dapat dipahami murid.
Lingkungan maksudnya lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sangat mempengaruhi

Sarana

Pengajaran Bahasa Indonesia yang akan mengajarkan anak mterampil dan mahir berbahasa Indonesia harus diartikan sebagai berikut:

1.

Mengenalkan ciri-ciri berbagai dan membangkitkan Bahasa Indonesia baku maupun non baku.
2.

Mengenalkan ciri-ciri fungsi berbagai variasi bahasa Indonesia sehingga pengajaran bahasa Indonesia lebih relevan untuk anak didik
3.

Mengajar menggunakan bahasa Indonesia yang tepat untuk fungsi yang tepat.

Faktor-faktor yang menunjang keberhasilan pembinaan di SD.

Komponen- komponen yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan bahasa Indonesia di SD adalah sbb:

1.

Masyarakat Indonesia yang akan dibina.
2.

Proses pembinaan.
3.

Hasil pembinaan
4.

Perangkat alat pembinaan.
5.

Keadaan masyarakat.

Kelima komponen diatas saling berhubungan satu dengan yang lainnya,jadi apabila ada satu komponen Yang lemah maka akan mengganggu pencapaian tujuan. Komponen sasaran pembinaan adalah:

1.

Murid mampu mengungkapkan pikiran \pendapat dengan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
2.

Murid mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidahnya.
3.

Murid bangga berbahasa Inonesia di lingkungan rumah maupun sekolah.
4.

Guru dan murid saling membudayakan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Usaha-usaha yang dapat ditempuh dalam mengatasi masalah proses pembinaan bahasa Indonesia di SD adalah sbb :

1.

Peranan guru bahasa Indonesia dalam pembinaan bahasa Indonesia contohnya, dalam pengajaran bahasa Indonesia guru dapat membimbing anak untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Disini guru harus kreatif dalam menampilkan materi-materi ajarnya, sehingga anak tidak bosan , khusus dalam pelajaran BI {Bahasa Indonesia} guru harus bias mengembangakan ke empat asfek kebahasaan {mendengar, membaca, menulis dan berbicara } atau paling kurang tiga asfek saja
2.

Pembinaan Bahasa Indonesia dalam pengajaran di sekolah. Tidak hanya dalam pelajaran bahasa Indonesia saja guru dapat melakukan pembinaan berbahasa Indonesia tapi dapat dilakukan disemua mata pelajaran baik dalam kelas maupun di lapangan. Yang penting apabila anak berada dilingkungan sekolah semua peserta didik, Pengajar ataupun pegawainya diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dari situ anak dan semua warga sekolah terbiasa berbahasa yang baik.
Kalau anak didik telah pandai berbahasa Indonesia yang baik maka Proses Belajar Mengajar disekolah akan lebih lancer, komonikasi akan lancar dan materi –materi pelajaran akan mudah dipahami anak, dan tujuan pembelajan akan dapat dicapai dengan optimal.
3.

Menghilangkan rasa malu untuk selalu berbahasa Indonesia , dengan catatan tidak meninggalkan bahasa daerah setempat.
4.

Menumbuhkan rasa cinta tanah air yaitu dengan menggunakan bahasa persatuan, bahasa Indo
nesia , dapat disampaikan melalui mata pelajaran PPKN.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pembinaan bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi merupakan suatu m asalah yang harus kita benahi khusus bagi guru- guru dan masyarakat pada umum
nya.Ada beberapa komponen yang berperan dalam proses pembinaan bahasa Indonesia di lingkungan
sekolah antaralain: tujuan, murid, lingkungan, {meliputi lingkungan keluarga,sekolah,masyarakat}
dan sarana {meliputi: kurikulum, guru, metode, alat pembelajaran dan alat evaluasi } Dalam proses pembinaan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah kita juga harus tahu
Faktor- faktor penunjang keberhasilan pembinaan bahasa Indonesia dilingkungan Sekolah Dasar
Adalah sebagaiberikut :1 siswa yang dibina. 2. proses pembinaan. 3. hasil pembinaan . 4. perang-
kat alat pembinaan . 5. keadaan siswa yang akan dibina baik latar belakang keluarga maupun sosial
ekonominya.

Usaha- usaha yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah proses pembinaan bahasa
Indonesia di lingkungan Sekolah Dasar:

1.

Pembinaan bahasa Indonesia dalam pelajaran Bahasa Indonesia,
2.

Pembinaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran lainnya.
3.

Membiasakan / membudayakan berbahasa Indonesia dilingkungan sekolah.
4.

Menumbuhkan rasa cinta tanah air dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B. Saran- saran

Dari hasil pembahasan dalam makalah ini ada beberapa hal yang dapat disarankan oleh penulis :

1.

agar guru bahasa Indonesia khususnya dan semua guru pada umumnya dapat membina proses penggunaan bahasa Indonesia dilingkungan sekolah dasar sehingga bahasa bahasa Indonesia dapat disesuaikan dengan fungsinya sebagai bahasa pengantar dilembaga pendidikan formal .
2.

Guru sebagai faktor yang mempengaruhi proses pembinaan bahasa Indonesia dilingkungan
Sekolah Dasar agar dapat menjalankan fungsi bahasa itu sebagai alat komonikasi dalam proses belajar dan mengajar. Terakhir guru guru dapat menanggulangi atau mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dalam proses pembinaan bahasa Indonesia di SD.
By Herman

Kamis, 15 April 2010

Dialek dan Ragam Bahasa

Dialek dan ragam bahasa

Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.

Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:

1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.

Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.

Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:

1. ragam undang-undang
2. ragam jurnalistik
3. ragam ilmiah
4. ragam sastra

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:

1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2. ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat

Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:

1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
3. pembicaraan di depan khalayak ramai
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati

Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.

Penyempurnaan Bahasa Indonesia

Penyempurnaan ejaan

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
[sunting] Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

[sunting] Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

[sunting] Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
[sunting] Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Perubahan:
Indonesia
(pra-1972) Malaysia
(pra-1972) Sejak 1972
tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sy
j y y
oe* u u

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
[sunting] Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal Bahasa Jumlah Kata
Belanda 3.280 kata
Inggris 1.610 kata
Arab 1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuno 677 kata
Cina 290 kata
Portugis 131 kata
Tamil 83 kata
Parsi 63 kata
Hindi 7 kata

Sumber: Daftar Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
[sunting] Penggolongan

Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra
[sunting] Distribusi geografis

Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat Betawi).

Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.
[sunting] Kedudukan resmi

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:

1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:

1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

[sunting] Bunyi

Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir
Vokal Depan Madya Belakang
Tertutup iː uː
Tengah e ə o
Hampir Terbuka (ɛ) (ɔ)
Terbuka a

Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong
Konsonan Bibir Gigi Langit2
keras Langit2
lunak Celah
suara
Sengau m n ɲ ŋ
Letup p b t d c ɟ k g ʔ
Desis (f) s (z) (ç) (x) h
Getar/Sisi l r
Hampiran w j

* Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.
* /k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
* /t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam bahasa Inggris.
* /k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
* Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata terakhir.

[sunting] Tata bahasa

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.

Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.

Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.

Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.

Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".

Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
[sunting] Awalan, akhiran, dan sisipan

Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.

Untuk daftar awalan, akhiran, maupun sisipan dapat dilihat di halaman masing-masing.

Peristiwa Penting Bahasa Indonesia

Perinciannya sebagai berikut:

1. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
2. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[15]
3. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
4. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
5. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
6. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
7. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
8. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
9. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
11. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
12. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
14. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
15. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Sejarah Bahasa Bahasa Indonesia

BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia[2]. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.[3] Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.[4] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[5] sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[6] Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.[7]

SEJARAH BAHASA INDONESIA
Masa lalu sebagai bahasa Melayu

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[8] dan Pulau Luzon.[9] Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[rujukan?] Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur".[10] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[11] Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.

Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
[sunting] Bahasa Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[10] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[12] Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,

"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."[13]

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.[14]

BAHASA INDONESIA

A.FUNGSI BAHASA INDONESIA
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Oleh Herman

Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa

Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita pakai?

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.

Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.

Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.

Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:

Kami poetera dan poeteri Indonesia

mengakoe bertoempah darah satoe,

Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia

mengakoe berbangsa satoe,

Bangsa Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia

mendjoendjoeng bahasa persatoean,

Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian, sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.

Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.

Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.

“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian berikut.

Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.

Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.

Bahasa Melayu:


Bahasa Indonesia:

a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.

b. Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.

c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda.


a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

b. Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertuju-an untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik berupa:

1) bahasa pers,

2) bahasa dalam hasil sastra.

Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai

(1) bahasa resmi kenegaraan,

(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,

(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan

(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.

Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana dengan kita?

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.

Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca: masyarakat).

Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Perbedaan dari Segi Ujudnya

Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.

“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.

Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.

Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.

Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.

Perbedaan dari Proses Terbentuknya

Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.

Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.

Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.

Perbedaan dari Segi Fungsinya

Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.

Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara/resmi.

Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.

Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.

Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.

By Herman

Selasa, 06 April 2010

Pendidikan Agama Islam

DEKADENSI MORAL
Dekadensi moral sudah menjadi fenomena umum yang melanda umat manusia sekarang ini. Terutama peradaban barat yang menyuarakan kebebasan telah mengalami kerusakan moral yang luar biasa. Ironisnya budaya barat yang sudah mengalami kerusakan moral itu mereka sebarkan ke negeri-negeri muslim. Akibatnya, budaya lokal masyarakat muslim terkontaminasi dengan budaya barat, dan pada akhirnya budaya lokal mengalami kegoncangan dan semakin dekat dengan gaya hidup barat. Dan Indonesia adalah salah satu korbannya.
Melihat perkembangan terakhir umat Islam di Indonesia tergambar dengan jelas betapa merosotnya akhlak sebagian umat Islam. Dekadensi moral terjadi terutama di kalangan remaja. Sementara pembendungannya masih berlarut-larut dan dengan konsep yang tidak jelas.
Rusaknya moral umat tidak terlepas dari upaya jahat dari pihak luar umat yang dengan sengaja menebarkan berbagai penyakit moral dan konsepsi agar umat goyah dan berikutnya tumbang. Sehingga yang tadinya mayoritas menjadi minoritas dalam kualitas. Keadaan semakin buruk ketika pihak aparat terlibat dan melemahnya peran ulama dan tokoh masyarakat.
Generasi muda sekarang sudah tercengkeram fenomena pergaulan bebas (free life style). Gaya hidup seperti ini sebenarnya sangat jauh dari nilai-nilai Islam dan budaya Indonesia. Namun karena ada kalangan tertentu yang ingin merusak moral bangsa, maka lambat laun generasi muda kita akhirnya terjebak juga. Dalam hal ini, peran media sangatlah besar, baik media cetak maupun elektronik. Coba kita lihat tayangan televisi yang bertema dunia sekolah, bukannya mengajak anak-anak Indonesia untuk rajin belajar, film-film yang ada malah mengajak mereka untuk berpacaran, hura-hura dan bergaul bebas. Imbasnya benar-benar dirasakan oleh anak-anak Indonesia, dari masyarakat kota sampai masyarakat desa. Akibatnya mereka mengalami kemerosotan moral yang cukup signifikan.
Kaum perempuan terseret jauh kepada peradaban Barat dengan slogan kebebasan dan feminisme yang berakibat kepada rusaknya moral mereka, maka tak jarang mereka menjadi sasaran eksploitasi. Dengan dalih kebebasan berekspresi, setiap inci tubuh perempuan dijadikan komoditi. Membuka aurat, bahkan sampai adegan berzina pun dilakoni, asal mendatangkan materi. Aurat perempuan dilombakan dan dinilai, mana yang paling mendatangkan ‘hoki’. Anehnya, dengan penuh kesadaran, kaum perempuan antri minta diekploitasi; bahkan semakin hari kian menggila.
Untuk mengatasi kerusakan moral yang sudah kronis seperti ini, Islam mempunyai solusi tepat untuk dapat mengurangi dan meredakan hal itu. Konsep Islam yang mengajarkan akhlak al-karimah adalah satu hal yang ampuh dalam mengatasi kerusakan moral. Bahkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Dekadensi moral yang berupa pergaulan bebas, apabila umat Islam kembali kepada ajaran Islam, maka secara tegas Islam melakukan tindakan preventif dengan ayat al-Qur’an yang mengatakan “wala taqrabu zina”, artinya jangan kamu mendekati zina. Hal ini adalah tindakan antisipatif yang Islam berikan untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas. Dalam Islam juga dikenal istilah mahram, dua orang lawan jenis yang bukan mahram terlarang melakukan hubungan, kecuali keduanya telah menikah. Selain itu, Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kesucian dengan menutup aurat dimana ia tak didapati dalam ajaran-ajaran lain. Dalam Islam menutup aurat adalah hukumnya wajib bagi pria dan wanita. Ha itu tidaklah lain untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya.
Itulah solusi yang diberikan Islam, apabila tiga hal di atas diaplikasikan ke dalam tindakan nyata, maka bukan tidak mungkin dapat mengatasi fenomena dekadensi moral sekarang ini.



B. PENYEBAB DEKADENSI MORAL
Mencermati dekadensi moral pelajar akhir-akhir ini sungguh miris. Dekadensi moral tersebut di era globalisasi seperti sekarang sangat multidimensional. Kemerosantanya telah mencapai titik nadir, hingga tidak ada lagi batasan (unlimited) ruang dan waktu.

Kini, perilaku demoralisai pelajar tidak hanya menjadi etalase publik, namun juga menjadi mata pencaharian. Sebagaimana yang dilakukan pelajar SMK di Surabaya, yakni menjadi makelar praktik prostitusi dan telah digelutinya sejak SMP. Dan mirisnya, yang menjadi objek operasi adalah adik kelasnya. Sehingga kasus ini menjadi mata rantai yang tidak pernah terputus atau tak berujung.Hanya diiming-imingi Rp 400 ribu setiap kali melayani pria hidung belang, wanita dibawah umur itu mau menyerahkan tubuhnya untuk dijamah (Jawa Pos/12/ Maret/2008).

Melihat penyebab hilangnya keperawanan pelajar yang begitu mudah dan beragam, menandakan keperawanan kini menjadi sesuatu yang langka dan mahal. Seks bebas (free sexs) yang dulu dianggap tabu dan terlarang kini justru dimaknai secara vulgar dan permisif. Keperawanan yang konon merupakan sesuatu yang sakral dan profane sebagai tanda kesucian dan kemuliaan seorang wanita, kini dengan mudah diobral dan dikomersilkan. Ibarat bunga, dibiarkan dihisap madunya oleh segala jenis kumbang jalang jalanan. Hanya dengan hitungan rupiah, barang berharga tersebut dicerabut kesucianya. Tragisnya, hal tersebut banyak dilakukan para pelajar sekolah menengah hingga mahasiswa, dimana entitas intelektual organik tersebut menjadi tumpuan bangsa di masa depan. Jika moralitas harapan bangsa berada dalam kubangan kemesuman, maka kepada siapa nasib bangsa ini akan harapkan?

Boming hilangnya keperawanan pelajar seharunya menjadi ancaman serius bagi orang tua (keluarga), pendidik (sekolah), masyarakat (lingkungan). Tidak bias dimungkiri, sebab tiga elemen tersebut memiliki kontribusi besar terhadap penyelamatan keperawanan pelajar. Yang terjadi selama ini, ketiga elemen tersebut kurang memperhatikan aspek kesucian siswa. Apalagi sekolah, selama ini justru terkesan hanya memperhatikan aspek kognitif paserta didik, tanpa melihat kondisi moralitas dan pergaulan siswa. Dengan demikian, pendidik cenderung membiarkan siswa dikeruk moralitasnya oleh jargon-jargon hedonisme dan materialisme globalisasi.

Lihat saja, ketika zaman booming dengan handphone (HP), gaya hidup (life style) ala barat dan budaya konsumtif sekolah justru bersifat permisif. Di sekolah, siswa dibiarkan membawa beragam jenis HP. Padahal, belajar dari beragam kasus, setidaknya HP sering memunculkan masalah, dari disfungsi HP yang sering digunakan untuk merekam tindakan mesum sesama pelajar, mencontek sampai menimbulkan rasa iri terhadap temanya. Keinginan tersebut membuat siswa melakukan tindakan asusila demi ingin memilikinya, seperti contoh kasus Sofia ( Jawa Pos/12/Maret/2008). Baru-baru ini juga Pemerintah Kota (pemkot) Jawa Timur akan menambah 36 area hotspot baru yang rencananya lima tempat akan ditempatkan di sekolah. Sebenarnya, hal ini perlu dikaji lebih dalam, sebab, selama ini menurut penelitian, mayoritas pelajar yang mengunjungi internet lebih banyak membuka situs porno dari pada situs-situs edukasi dan segmen lainya. Lebih afdhal, sebenarnya selain menambah areal hotspot seharusnya pemkot harus memblokir situs-situs porno yang dapat merusak moral pelajar.

Lebih hebat dari sekedar HP dan imbas penyalahgunaan situs porno, akulturasi budaya barat yang terjadi dalam dunia pelajar juga menyumbang dekadensi moral yang tak terhitung. Dari gaya hidup, sampai karakteristik kebarat-baratan yang berlawanan dengan budaya Indonesia yang adiluhung. Seperti fenomena anak rocker, anak gaul, anak punk dan lain sebagainya. Atribut budaya barat yang permisif tersebut dibawa masuk ke sekolah oleh pelajar secara leluasa dan eksploratif tanpa mengindahkan etika dan estetika Islami. Maka jangan heran bila melihat penampilan para pelajar yang tidak mencerminkan statusnya sebagai pelajar, justru malah tampil dengan performance yang awut-awutan, tak jelas jluntrungnya, tidak hanya itu, mereka juga hobi tawuran pula.

Budaya inilah yang kemudian disebut kehancuran budaya atau meminjam istilah Ali Syari’ati westruckness (kehancuran masyarakat intelektual). Westruckness bagi pelajar perempuan, yakni ditampilkan dengan memakai pakaian ketat (seksi) kostum seragam yang super mini, yang dimaksudkan agar dapat mengundang birahi lawan jenisnya. Hal ini disebabkan lantaran trend (kecendrungan) dan mode fashion (pakian) yang sedang booming di pasaran. Fenomena lain, kini pelajar lebih suka mendatangi bioskop dari pada perpustakaan dan juga membuat study club.

Integrasi Tiga Elemen Usaha untuk menyelamatkan keperawanan siswa dan menproteksi siswa dari akulturasi barat yang cenderung desdruktif, satu-satunya cara adalah dengan mengintegrasikan tiga komponen, yaitu sekolah, keluarga dan lingkungan. Sebab, bila tanpa integrasi ketiga komponen di atas maka siswa akan rentan terinfiltrasi oleh inklinasi eksternal yang desdruktif. Namun perlu digarisbawahi, ketiga komponen tersebut harus benar-benar steril dari inklinasi glamour, west life style, hedonisme, dan kapitalisme. Tidak lain, ketiga komponen tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai Islam yang mulia.

Mencari format ideal sekolah dengan kurikulum integral (aqliyah, jismiyah dan ruhiyah) kini tidak sulit. Di tahun 2008 ini sudah banyak sekolah yang menggunakan konsep ini dengan istilah sekolah terpadu atau integral. Sekolah dengan kurikulum integralistik seharusnya lingkunganya didesain seislami mungkin, seperti wajib berbusana muslim, no smoking, dan juga diimplementasikanya nilai-nilai islam. Selain itu, sekolah merupakan manifestasi kampus yang alamiyah, ilmiyah dan islamiyah.

Tidak itu saja, dalam hal integrasi, sekolah harus mengajak orang tua siswa untuk berperan dan memikirkan anak didiknya. Jangan sampai orang tua memberikan seratus persen pembinaan dan pendidikan akhlak begitu saja kepada sekolah. Di rumah, orang tua berkewajiban untuk mendidiknya. Seperti dalam pergaulan, jangan sampai orang tua membiarkan anaknya ikut gaul secara bebas terkhusus dengan lawan jenis. Sebab, ketidak- selektifan anak memilah teman yang kemudian dibiarkan saja membuat anak berbuat semaunya. Dalam kasus ini, orang tua tidak protektif bahkan membiarkanya. Orang tua suka jika putrinya di-sambangi (dating) rumahnya dan biasanya orang tua akan membiarkanya. Padahal perilaku free sexs remaja biasanya dilakukan di rumah. Dengan demikian, orang tua harus sering me-warning anaknya jika terindikasi negatif melakukan hal yang tidak diinginkan.

Selain itu, schedule anak juga harus diketahui orang tua, kemana pergi, sampai kapan dan dengan siapa. Orang tua harus selalu memberikan pengarahan namun harus bersifat friendship agar tidak terlalu kaku dan diktator, karena anak akan merasa selalu didekte dan dikekang. Agar anak terbuka dengan orang tua, maka orang tua harus aktif membangun komunikasi verbal dan non verbal sehingga dapat mengorek permasalahan sang anak agar tidak mengurita dan meledak. Dan juga senantiasa mengajarkan nilai-nilai agama dan memberikan teladan hidup baik. Dengan demikian, demoralisasi akan terminimalisir dengan sendirinya. Wallahu’alam.(Syaiful Ansor)
Dipublikasikan di http://www.integral.sch.id edisi Ahad, 27 April 2008


C.SOLUSI MENGATASI DEKADENSI MORAL
Bangsa Indonesia terkenal di kancah Internasional dengan keramahan dan etikanya, Oleh karenanya keramah tamahan dari bangsa Indonesia ini harus tetap kita jaga, kita pertahankan dan kita kembangkan.
Moral dan akhlaq adalah suatu yang amat penting, karena dari moral dan akhlaq inilah manusia berbeda dengan hewan. Akan tetapi bahasan akhlaq dan moral anak didik serta etika masyarakat masih belum serius dicari solusi dan pelaksanaannya. Hal ini terlihat semakin menurunnya etika dan moral anak didik di sekolah maupun di masyarakat.
Tak terelakkan kemerosotan moral karena dampak globalisasi yang menjadikan generasi kita sedemikian hancur, kelebihannya hanya pada aspek Intelegensi tanpa dibarengi dengan kecerdasan emosional dan spiritual.
Pemecahan permasalahan di atas menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi seluruh aspek pendidikan, khususnya bagi seorang guru.
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi akan akhlaqul karimah, hal ini sesuai dengan salah satu hadis nabi Muhammad SAW. “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”. Dari hadis disamping maka sebagai pendidik yang memiliki label Islam yakni pada gelar SPd.I sayokjanya jika dapat bahu membahu bersama untuk membangun akhlaqul karimah anak didiknya.