Selasa, 06 April 2010

Pendidikan Agama Islam

DEKADENSI MORAL
Dekadensi moral sudah menjadi fenomena umum yang melanda umat manusia sekarang ini. Terutama peradaban barat yang menyuarakan kebebasan telah mengalami kerusakan moral yang luar biasa. Ironisnya budaya barat yang sudah mengalami kerusakan moral itu mereka sebarkan ke negeri-negeri muslim. Akibatnya, budaya lokal masyarakat muslim terkontaminasi dengan budaya barat, dan pada akhirnya budaya lokal mengalami kegoncangan dan semakin dekat dengan gaya hidup barat. Dan Indonesia adalah salah satu korbannya.
Melihat perkembangan terakhir umat Islam di Indonesia tergambar dengan jelas betapa merosotnya akhlak sebagian umat Islam. Dekadensi moral terjadi terutama di kalangan remaja. Sementara pembendungannya masih berlarut-larut dan dengan konsep yang tidak jelas.
Rusaknya moral umat tidak terlepas dari upaya jahat dari pihak luar umat yang dengan sengaja menebarkan berbagai penyakit moral dan konsepsi agar umat goyah dan berikutnya tumbang. Sehingga yang tadinya mayoritas menjadi minoritas dalam kualitas. Keadaan semakin buruk ketika pihak aparat terlibat dan melemahnya peran ulama dan tokoh masyarakat.
Generasi muda sekarang sudah tercengkeram fenomena pergaulan bebas (free life style). Gaya hidup seperti ini sebenarnya sangat jauh dari nilai-nilai Islam dan budaya Indonesia. Namun karena ada kalangan tertentu yang ingin merusak moral bangsa, maka lambat laun generasi muda kita akhirnya terjebak juga. Dalam hal ini, peran media sangatlah besar, baik media cetak maupun elektronik. Coba kita lihat tayangan televisi yang bertema dunia sekolah, bukannya mengajak anak-anak Indonesia untuk rajin belajar, film-film yang ada malah mengajak mereka untuk berpacaran, hura-hura dan bergaul bebas. Imbasnya benar-benar dirasakan oleh anak-anak Indonesia, dari masyarakat kota sampai masyarakat desa. Akibatnya mereka mengalami kemerosotan moral yang cukup signifikan.
Kaum perempuan terseret jauh kepada peradaban Barat dengan slogan kebebasan dan feminisme yang berakibat kepada rusaknya moral mereka, maka tak jarang mereka menjadi sasaran eksploitasi. Dengan dalih kebebasan berekspresi, setiap inci tubuh perempuan dijadikan komoditi. Membuka aurat, bahkan sampai adegan berzina pun dilakoni, asal mendatangkan materi. Aurat perempuan dilombakan dan dinilai, mana yang paling mendatangkan ‘hoki’. Anehnya, dengan penuh kesadaran, kaum perempuan antri minta diekploitasi; bahkan semakin hari kian menggila.
Untuk mengatasi kerusakan moral yang sudah kronis seperti ini, Islam mempunyai solusi tepat untuk dapat mengurangi dan meredakan hal itu. Konsep Islam yang mengajarkan akhlak al-karimah adalah satu hal yang ampuh dalam mengatasi kerusakan moral. Bahkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Dekadensi moral yang berupa pergaulan bebas, apabila umat Islam kembali kepada ajaran Islam, maka secara tegas Islam melakukan tindakan preventif dengan ayat al-Qur’an yang mengatakan “wala taqrabu zina”, artinya jangan kamu mendekati zina. Hal ini adalah tindakan antisipatif yang Islam berikan untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas. Dalam Islam juga dikenal istilah mahram, dua orang lawan jenis yang bukan mahram terlarang melakukan hubungan, kecuali keduanya telah menikah. Selain itu, Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kesucian dengan menutup aurat dimana ia tak didapati dalam ajaran-ajaran lain. Dalam Islam menutup aurat adalah hukumnya wajib bagi pria dan wanita. Ha itu tidaklah lain untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya.
Itulah solusi yang diberikan Islam, apabila tiga hal di atas diaplikasikan ke dalam tindakan nyata, maka bukan tidak mungkin dapat mengatasi fenomena dekadensi moral sekarang ini.



B. PENYEBAB DEKADENSI MORAL
Mencermati dekadensi moral pelajar akhir-akhir ini sungguh miris. Dekadensi moral tersebut di era globalisasi seperti sekarang sangat multidimensional. Kemerosantanya telah mencapai titik nadir, hingga tidak ada lagi batasan (unlimited) ruang dan waktu.

Kini, perilaku demoralisai pelajar tidak hanya menjadi etalase publik, namun juga menjadi mata pencaharian. Sebagaimana yang dilakukan pelajar SMK di Surabaya, yakni menjadi makelar praktik prostitusi dan telah digelutinya sejak SMP. Dan mirisnya, yang menjadi objek operasi adalah adik kelasnya. Sehingga kasus ini menjadi mata rantai yang tidak pernah terputus atau tak berujung.Hanya diiming-imingi Rp 400 ribu setiap kali melayani pria hidung belang, wanita dibawah umur itu mau menyerahkan tubuhnya untuk dijamah (Jawa Pos/12/ Maret/2008).

Melihat penyebab hilangnya keperawanan pelajar yang begitu mudah dan beragam, menandakan keperawanan kini menjadi sesuatu yang langka dan mahal. Seks bebas (free sexs) yang dulu dianggap tabu dan terlarang kini justru dimaknai secara vulgar dan permisif. Keperawanan yang konon merupakan sesuatu yang sakral dan profane sebagai tanda kesucian dan kemuliaan seorang wanita, kini dengan mudah diobral dan dikomersilkan. Ibarat bunga, dibiarkan dihisap madunya oleh segala jenis kumbang jalang jalanan. Hanya dengan hitungan rupiah, barang berharga tersebut dicerabut kesucianya. Tragisnya, hal tersebut banyak dilakukan para pelajar sekolah menengah hingga mahasiswa, dimana entitas intelektual organik tersebut menjadi tumpuan bangsa di masa depan. Jika moralitas harapan bangsa berada dalam kubangan kemesuman, maka kepada siapa nasib bangsa ini akan harapkan?

Boming hilangnya keperawanan pelajar seharunya menjadi ancaman serius bagi orang tua (keluarga), pendidik (sekolah), masyarakat (lingkungan). Tidak bias dimungkiri, sebab tiga elemen tersebut memiliki kontribusi besar terhadap penyelamatan keperawanan pelajar. Yang terjadi selama ini, ketiga elemen tersebut kurang memperhatikan aspek kesucian siswa. Apalagi sekolah, selama ini justru terkesan hanya memperhatikan aspek kognitif paserta didik, tanpa melihat kondisi moralitas dan pergaulan siswa. Dengan demikian, pendidik cenderung membiarkan siswa dikeruk moralitasnya oleh jargon-jargon hedonisme dan materialisme globalisasi.

Lihat saja, ketika zaman booming dengan handphone (HP), gaya hidup (life style) ala barat dan budaya konsumtif sekolah justru bersifat permisif. Di sekolah, siswa dibiarkan membawa beragam jenis HP. Padahal, belajar dari beragam kasus, setidaknya HP sering memunculkan masalah, dari disfungsi HP yang sering digunakan untuk merekam tindakan mesum sesama pelajar, mencontek sampai menimbulkan rasa iri terhadap temanya. Keinginan tersebut membuat siswa melakukan tindakan asusila demi ingin memilikinya, seperti contoh kasus Sofia ( Jawa Pos/12/Maret/2008). Baru-baru ini juga Pemerintah Kota (pemkot) Jawa Timur akan menambah 36 area hotspot baru yang rencananya lima tempat akan ditempatkan di sekolah. Sebenarnya, hal ini perlu dikaji lebih dalam, sebab, selama ini menurut penelitian, mayoritas pelajar yang mengunjungi internet lebih banyak membuka situs porno dari pada situs-situs edukasi dan segmen lainya. Lebih afdhal, sebenarnya selain menambah areal hotspot seharusnya pemkot harus memblokir situs-situs porno yang dapat merusak moral pelajar.

Lebih hebat dari sekedar HP dan imbas penyalahgunaan situs porno, akulturasi budaya barat yang terjadi dalam dunia pelajar juga menyumbang dekadensi moral yang tak terhitung. Dari gaya hidup, sampai karakteristik kebarat-baratan yang berlawanan dengan budaya Indonesia yang adiluhung. Seperti fenomena anak rocker, anak gaul, anak punk dan lain sebagainya. Atribut budaya barat yang permisif tersebut dibawa masuk ke sekolah oleh pelajar secara leluasa dan eksploratif tanpa mengindahkan etika dan estetika Islami. Maka jangan heran bila melihat penampilan para pelajar yang tidak mencerminkan statusnya sebagai pelajar, justru malah tampil dengan performance yang awut-awutan, tak jelas jluntrungnya, tidak hanya itu, mereka juga hobi tawuran pula.

Budaya inilah yang kemudian disebut kehancuran budaya atau meminjam istilah Ali Syari’ati westruckness (kehancuran masyarakat intelektual). Westruckness bagi pelajar perempuan, yakni ditampilkan dengan memakai pakaian ketat (seksi) kostum seragam yang super mini, yang dimaksudkan agar dapat mengundang birahi lawan jenisnya. Hal ini disebabkan lantaran trend (kecendrungan) dan mode fashion (pakian) yang sedang booming di pasaran. Fenomena lain, kini pelajar lebih suka mendatangi bioskop dari pada perpustakaan dan juga membuat study club.

Integrasi Tiga Elemen Usaha untuk menyelamatkan keperawanan siswa dan menproteksi siswa dari akulturasi barat yang cenderung desdruktif, satu-satunya cara adalah dengan mengintegrasikan tiga komponen, yaitu sekolah, keluarga dan lingkungan. Sebab, bila tanpa integrasi ketiga komponen di atas maka siswa akan rentan terinfiltrasi oleh inklinasi eksternal yang desdruktif. Namun perlu digarisbawahi, ketiga komponen tersebut harus benar-benar steril dari inklinasi glamour, west life style, hedonisme, dan kapitalisme. Tidak lain, ketiga komponen tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai Islam yang mulia.

Mencari format ideal sekolah dengan kurikulum integral (aqliyah, jismiyah dan ruhiyah) kini tidak sulit. Di tahun 2008 ini sudah banyak sekolah yang menggunakan konsep ini dengan istilah sekolah terpadu atau integral. Sekolah dengan kurikulum integralistik seharusnya lingkunganya didesain seislami mungkin, seperti wajib berbusana muslim, no smoking, dan juga diimplementasikanya nilai-nilai islam. Selain itu, sekolah merupakan manifestasi kampus yang alamiyah, ilmiyah dan islamiyah.

Tidak itu saja, dalam hal integrasi, sekolah harus mengajak orang tua siswa untuk berperan dan memikirkan anak didiknya. Jangan sampai orang tua memberikan seratus persen pembinaan dan pendidikan akhlak begitu saja kepada sekolah. Di rumah, orang tua berkewajiban untuk mendidiknya. Seperti dalam pergaulan, jangan sampai orang tua membiarkan anaknya ikut gaul secara bebas terkhusus dengan lawan jenis. Sebab, ketidak- selektifan anak memilah teman yang kemudian dibiarkan saja membuat anak berbuat semaunya. Dalam kasus ini, orang tua tidak protektif bahkan membiarkanya. Orang tua suka jika putrinya di-sambangi (dating) rumahnya dan biasanya orang tua akan membiarkanya. Padahal perilaku free sexs remaja biasanya dilakukan di rumah. Dengan demikian, orang tua harus sering me-warning anaknya jika terindikasi negatif melakukan hal yang tidak diinginkan.

Selain itu, schedule anak juga harus diketahui orang tua, kemana pergi, sampai kapan dan dengan siapa. Orang tua harus selalu memberikan pengarahan namun harus bersifat friendship agar tidak terlalu kaku dan diktator, karena anak akan merasa selalu didekte dan dikekang. Agar anak terbuka dengan orang tua, maka orang tua harus aktif membangun komunikasi verbal dan non verbal sehingga dapat mengorek permasalahan sang anak agar tidak mengurita dan meledak. Dan juga senantiasa mengajarkan nilai-nilai agama dan memberikan teladan hidup baik. Dengan demikian, demoralisasi akan terminimalisir dengan sendirinya. Wallahu’alam.(Syaiful Ansor)
Dipublikasikan di http://www.integral.sch.id edisi Ahad, 27 April 2008


C.SOLUSI MENGATASI DEKADENSI MORAL
Bangsa Indonesia terkenal di kancah Internasional dengan keramahan dan etikanya, Oleh karenanya keramah tamahan dari bangsa Indonesia ini harus tetap kita jaga, kita pertahankan dan kita kembangkan.
Moral dan akhlaq adalah suatu yang amat penting, karena dari moral dan akhlaq inilah manusia berbeda dengan hewan. Akan tetapi bahasan akhlaq dan moral anak didik serta etika masyarakat masih belum serius dicari solusi dan pelaksanaannya. Hal ini terlihat semakin menurunnya etika dan moral anak didik di sekolah maupun di masyarakat.
Tak terelakkan kemerosotan moral karena dampak globalisasi yang menjadikan generasi kita sedemikian hancur, kelebihannya hanya pada aspek Intelegensi tanpa dibarengi dengan kecerdasan emosional dan spiritual.
Pemecahan permasalahan di atas menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi seluruh aspek pendidikan, khususnya bagi seorang guru.
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi akan akhlaqul karimah, hal ini sesuai dengan salah satu hadis nabi Muhammad SAW. “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”. Dari hadis disamping maka sebagai pendidik yang memiliki label Islam yakni pada gelar SPd.I sayokjanya jika dapat bahu membahu bersama untuk membangun akhlaqul karimah anak didiknya.

KONSEP DASAR IPA (BIOLOGI)

SILABUS MATA KULIAH

1. Identifikasi Mata Kuliah
a.Jurusan/ Program Studi : PGSD/S1 PGSD
b.Kode Mata Kuliah :
c.Nama Mata Kuliah : Konsep Dasar IPA I
d.Jumlah SKS : 2/1 SKS
e.Semester/Tahun Akademik :II/2009-2010
2.Mata kuliah prasyarat : IAD
3.Diskripsi Mata Kuliah : mata kuliah Konsep Dasar IPA I,yaitu mengkaji: 1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan 2) benda dan sifatnya, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.; 4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
4.Standar Kompetensi :
a.Mahasiswa mampu memahami makhluk hidup dan proses kehidupan
b.Mahasiswa mampu memahami menjelaskan benda dan sifatnya
c.Mahasiswa mampu memahami energi dan perubahannya
d.Mahasiswa mampu memahami bumi dan alam semesta

By
Herman