Senin, 03 Mei 2010

Gedung Baru DPR Selesai 7 Tahun

AKARTA, KOMPAS.com — Anggaran Rp 25 miliar untuk tahap pertama pembangunan gedung baru DPR disetujui dalam APBN-P tahun 2010. Dengan rancangan anggaran total Rp 1,8 triliun, gedung tersebut akan selesai dalam 7 tahun anggaran. Hal itu dikatakan Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis, Senin (3/5/2010) di Gedung DPR, Jakarta.

"Anggarannya sudah dialokasikan Rp 250 miliar untuk tahap pertama di tahun 2010. Berarti gedung itu baru bisa terhuni 7 tahun kemudian. Dan yang menghuni bukan kami-kami, tapi anggota yang mendatang. Tapi rancangan anggaran belum clear," ujar Harry.

Gedung Nusantara I, yang merupakan pusat ruangan anggota Dewan, dinyatakan tak layak huni karena sudah melebihi kapasitas. Harry mempertanyakan pernyataan Kementerian PU yang mengungkapkan bahwa gedung tersebut tak mengalami kerusakan berarti dan masih layak untuk ditinggali.

"Saya tanya kembali ke PU, berani enggak nyatakan gedung itu layak huni? Menteri PU-nya harus mengatakan itu layak huni. Beberapa anggota DPR saja sudah tidak mau tinggal di situ," kata anggota Fraksi Partai Golkar ini.

Dari rancangan biaya Rp 1,8 triliun, untuk konstruksi bangunan dialokasikan Rp 1,6 triliun dan Rp 200 miliar untuk perlengkapan dalam gedung.

Bagaimana nasib Gedung Nusantara I? "Gedung lama akan digunakan untuk staf ahli. Tapi bukan berarti nyawa staf ahli lebih rendah dibandingkan dengan nyawa anggota Dewan," ujar dia.

Gedung Baru DPR Rp 1,8 T Belum Perlu

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Yudi Latief memandang, pembangunan gedung baru di Kompleks DPR RI senilai Rp 1,8 triliun belum perlu. Yudi mengimbau agar anggota DPR jangan sibuk membangun citra.
DPR jangan sekadar membangun pencitraan dengan gedung yang bagus. DPR harus lebih memiliki kepekaan terhadap situasi saat ini. Lihat saja buruh mengeluh, lapangan pekerjaan berkurang, dan industrialisasi di mana-mana.
-- Yudi Latief

"DPR jangan sekadar membangun pencitraan dengan gedung yang bagus. DPR harus lebih memiliki kepekaan terhadap situasi saat ini.

Cuaca Ekstrem di Indonesia Mulai Besok

JAKARTA, KOMPAS.com — Cuaca ekstrem berpotensi terjadi di wilayah Indonesia mulai besok hingga Kamis (6/5/2010). Salah satu faktor pendukung terbentuknya cuaca ekstrem adalah adanya pusaran angin tertutup di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera. Pusaran ini membentuk daerah pumpunan atau pertemuan angin yang memanjang dari Laut Banda hingga pesisir barat Sumatera bagian selatan.

Cuaca ekstrem juga berpotensi terjadi dengan mempertimbangkan nilai kelembaban udara yang cukup tinggi dan berpotensi meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. Wilayah yang berpotensi dilanda hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang adalah Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah bagian selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua bagian selatan.

Kasus Arwana Jangan Cari-cari Kesalahan Susno

AKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Komjen Susno Duadji, Hendri Yosodingingrat, mengimbau kepada tim independen agar tidak mencari-cari kesalahan untuk menjerat kliennya. Hal itu dikatakan menanggapi panggilan pemeriksaan kliennya, Kamis (6/5/2010), terkait kasus arwana.
Harapan kami adalah agar penyidik tidak memaksakani melakukan hal-hal yang mengarah kriminalisasi dengan cara rekayasa. Karena akan berdampak pada ketidakpercayaan pada Polri.
-- Henri Yosodiningrat

"Harapan kami adalah agar penyidik tidak melakukan langkah-langkah yang memaksakan. Apalagi melakukan hal-hal yang mengarah kriminalisasi dengan cara rekayasa. Karena akan berdampak pada institusi (Polri), ketidakpercayaan," ucap Hendri saat dihubungi, Senin (3/5/2010).

Hendri memastikan kliennya akan memenuhi panggilan sebagai saksi untuk perkara korupsi, tepatnya suap atau gratifikasi. Surat panggilan yang ditandatangani ketua tim independen Matius Salempang itu telah diterima oleh pihaknya Sabtu (1/5/2010). Namun, dalam surat itu tidak dicantumkan nama tersangka.

Hendri membantah mengenai dokumen yang diduga berita acara pemeriksaan (BAP) Sjahril

KPK: Fee Perbankan Terjadi di Mana-mana

SURABAYA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa kasus pemberian fee oleh perbankan kepada pejabat pemerintah, tidak hanya terjadi di Bank Jatim, tetapi banyak bank di seluruh Indonesia.
Kasus itu harus ditangani secara hati-hati karena terjadi di seluruh Indonesia.
-- M Jasin

"Kasus itu harus ditangani secara hati-hati karena terjadi di seluruh Indonesia pada 498 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Bila tidak hati-hati akan menyebabkan terjadi instabilitas nasional," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin di Surabaya, Senin (3/5/2010).

Setelah berbicara dalam seminar nasional bertema "Mencari Format Pendidikan Berkarakter" di Universitas dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, ia mengatakan pihaknya sudah melaporkan masalah itu kepada Presiden.

"Sekarang, masalah itu sedang dibahas Menko Pulhukam, Mendagri, dan Menkeu. Jadi, kalau sekarang masih belum dapat disimpulkan, karena kita tunggu hasil koordinasi kementerian terkait untuk menyelesaikan kasus itu secepatnya," katanya.

Di sela-sela seminar yang juga dimarakkan dengan peluncuran buku karya Rektor Unitomo Surabaya Dr. Ulul Albab bertajuk "Korupsi dalam Perspektif Keilmuan" itu, ia mengatakan bahwa fee yang dimasukkan ke rekening pejabat pemerintah itu salah.

"Tapi, bila ada dampak secara nasional, kasus itu tidak serta merta harus ditangani. Karena itu, kami akan menggunakan hasil koordinasi antarkementerian untuk mengambil keputusan," katanya.

Di Jatim, kasus fee senilai Rp 71,4 miliar dari Bank Jatim kepada para pejabat di Jatim, termasuk Gubernur Jatim Soekarwo, itu ditengarai tidak masuk ke rekening pribadi para pejabat, tetapi ke rekening promosi daerah.

Sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo dan Dirut Bank Jatim Muljanto menyatakan bahwa dana yang diberikan kepada pejabat itu bukan fee, melainkan dana untuk program peningkatan nasabah Bank Jatim di daerah.

"Dana itu tidak dimasukkan ke rekening pribadi sejumlah pejabat, tetapi rekening pemerintah daerah di luar kas daerah," kata Soekarwo.

Antikorupsi

Ditanya tentang pendidikan antikorupsi seperti di perguruan tinggi, Wakil Ketua KPK M. Jasin menilai hal itu perlu dikembangkan, seperti dilakukan ITB dan Universitas Paramadina Jakarta dengan dua SKS untuk mata kuliah antikorupsi.

"Kalau narasumber dari KPK, gratis. Untuk buku, kami belum ada alokasi anggaran khusus untuk buku pendidikan antikorupsi itu," katanya.

Selain itu, katanya, KPK juga bekerja sama dengan instansi pemerintah untuk melakukan survei integritas layanan publik pada setiap instansi pemerintah.

"Kami sudah melakukan pendataan untuk pengadaan barang dan jasa di Depkes secara online antara Depkes dengan KPK, kemudian hal serupa juga dilakukan KPK dengan PU untuk memantau pembangunan infrastruktur," katanya.