Rabu, 06 Oktober 2010

Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A. Latar belakang

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual



B. Pemikiran tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

*
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
*
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
*
Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
*
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
*
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
*
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
*
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

*
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
*
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
*
Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

*
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
*
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
*
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
*
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan Belajar

*
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
*
Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
*
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
*
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

D.Pengertaian CTL

1.
Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
2.
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional

NO.


CTL


TRADISONAL

1


Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa


Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

2


Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran


Siswa secara pasif menerima informasi

3


Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan


Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4


Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa


Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan

5


Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang


Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu

6


Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)


Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

7


Perilaku dibangun atas kesadaran diri


Perilaku dibangun atas kebiasaan

8


Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman


Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan

9


Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri


Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor

10


Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan


Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman

11


Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik


Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik

12


Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting


Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

13


Hasil belajar diukurmelalui penerapan penilaian autentik


Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

BAB 2
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS

CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

1.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3.
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4.
Ciptakan masyarakat belajar
5.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

A. Tujuh Komponen CTL

1. KONSTRUKTIVISME

• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. INQUIRY

• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. QUESTIONING (BERTANYA)

• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. LEARNING COMMUNITY (MASYARAKAT BELAJAR)

• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
• Tukar pengalaman
• Berbagi ide

5. MODELING (PEMODELAN)

• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. REFLECTION ( REFLEKSI)

• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
• Mencatat apa yang telah dipelajari
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. AUTHENTIC ASSESSMENT (PENILAIAN YANG SEBENARNYA)

• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
• Penilaian produk (kinerja)
• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

B. Karakteristik Pembelajaran CTL

• Kerjasama
• Saling menunjang
• Menyenangkan, tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
• Sharing dengan teman
• Siswa kritis guru kreatif
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

BAB 3
MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

1.
Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standara Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
2.
Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
3.
Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4.
Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5.
Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

Sumber :
DIREKTORAT PEMBINAAN SMP
DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 200

Evaluasi Pembelajaran

A.Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Sesungguhnya, dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran ini, antara lain adalahsebagai berikut:

1).tujuan pengukuran,

2).ada objek ukur,

3).alat ukur, (

4).proses pengukuran,

5).hasil pengukuran kuantitatif.

Sementara, pengertian asesmen (assessment) adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan. Sedangkan evaluasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggeris evaluation yang bertarti value, yang secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian. Namun, dari sisi terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yakni:

a).Suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu.

b).Kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.

c).Proses penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasilpengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.

Berdasarkan pada berbagai batasan 3 jenis penilaian di atas, maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara evaluasi dengan pengukuran adalah dalam hal jawaban terhadap pertanyaan “what value” untuk evaluasi dan “how much” untuk pengukuran. Adapun asesmen berada di antara kegiatan pengukuran dan evaluasi. Artinya bahwa sebelum melakukan asesmen ataupun evaluasi lebih dahulu dilakukan pengukuran

Sekalipun makna dari ketiga istilah (measurement, assessment, evaluation) secara teoretik definisinya berbeda, namun dalam kegiatan pembelajaran terkadang sulit untuk membedakan dan memisahkan batasan antara ketiganya, dan evaluasi pada umumnya diawali dengan kegiatan pengukuran (measurement) serta pembandingan (assessment).

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guruakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari:

(1)perencanaan,

(2)pengumpulan data,

(3)verifikasi data,

(4)analisis data, dan

(5)interpretasi data.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai

A.Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:

1).Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

2).Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.

3).Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.

4).Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.
Selain fungsi di atas, penilaian juga dapat berfungsi sebagai alat seleksi, penempatan, dan diagnostik,guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran. Penjelasan dari setiap fungsi tersebut adalah:

a).Fungsi seleksi. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.

b).Fungsi Penempatan. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap orang (peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada jenis dan/atau jenjang pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.

c).Fungsi Diagnostik. Evaluasi diagnostik berfungsi atau dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.

B.Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian berkelanjutan, otentik, akurat, dan konsisten dalam kegiatan pembelajaran di bawah kewenangan guru di kelas. PBK mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. Bila selama dekade terakhir ini keberhasilan belajar siswa hanya ditentukan oleh nilai ujian akhir (EBTANAS/UAN), maka dengan diberlakukannya PBK hal itu tidak terjadi lagi. Naik atau tidak naik dan lulus atau tidak lulus siswa sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru (sekolah) berdasarkan kemajuan proses dan hasil belajar siswa di sekolah bersangkutan. Dalam hal ini kewenangan guru menjadi sangat luas dan menentukan. Karenanya, peningkatan kemampuan profesional dan integritas moral guru dalam PBK merupakan suatu keniscayaan, agar terhindar dari upaya manipulasi nilai siswa.

PBK menggunakan arti penilaian sebagai “assessment”, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan pembelajaran. Data atau informasi dari penilaian di kelas ini merupakan salah satu bukti yang digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan. PBK merupakan bagian dari evaluasi pendidikan karena lingkup evaluasi pendidikan secara umum jauh lebih luas dibandingkan PBK. (Lihat gambar 2).


Gambar 8.1: PBK sebagai bagian dari evaluasi

PBK mencakup kegiatan pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa dan pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan informasi tersebut. Pengumpulan informasi dalam PBK dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, di dalam atau di luar kelas, menggunakan waktu khusus atau tidak, misalnya untuk penilaian aspek sikap/nilai dengan tes atau non tes atau terintegrasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran (di awal, tengah, dan akhir). Di sekolah sering digunakan istilah tes untuk kegiatan PBK dengan alasan kepraktisan, karena tes sebagai alat ukur sangat praktis digunakan untuk melihat prestasi siswa dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan, terutama aspek kognitif.

Bila informasi tentang hasil belajar siswa telah terkumpul dalam jumlah yang memadai, maka guru perlu membuat keputusan terhadap prestasi siswa:

1).Apakah siswa telah mencapai kompetensi seperti yang telah ditetapkan?

2).Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih lanjut?

3).Apakah siswa harus mengulang bagian-bagian tertentu?

4).Apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai pendalaman (remedial)?

5).Apakah siswa perlu menerima pengayaan (enrichment)?

6).Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran, pemilihan bahan ajar atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah memadai?

Pada pelaksanaan PBK, peranan guru sangat penting dalam menentukan ketepatan jenis penilaian untuk menilai keberhasilan atau kegagalan siswa. Jenis penilaian yang dibuat oleh guru harus memenuhi standar validitas dan reliabilitas, agar hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu, kompetensi profesional bagi guru merupakan persyaratan penting. PBK yang dilaksanakan oleh guru, harus memberikan makna signifikan bagi orang tua dan masyarakat pada umumnya, dan bagi siswa secara individu pada khususnya, agar perkembangan prestasi siswa dari waktu ke waktu dapat diamati (observable) dan terukur (measurable). Di samping itu, dengan dilaksanakannya PBK diharapkan dapat:

a).Memberikan umpan balik bagi siswa mengenai kemampuan dan kekurangannya, sehingga menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki prestasi belajar pada waktu berikutnya;

b).Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa, sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan perkembangan, kemajuan dan kemampuannya;

c).Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas apabila terjadi hambatan dalam proses pembelajaran;

d).Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda antara masing-masing individu;

Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas pendanaan, sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan secara serius dan konsekwen.

Prinsip-prinsip PBK

Sebagai bagian dari kurikulum berbasis kompetensi, pelaksanaan PBK sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan komponen yang ada di dalamnya. Namun demikian, guru mempunyai posisi sentral dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan kegiatan penilaian. Untuk itu, dalam pelaksanaan penilaianharus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1).Valid

PBK harus mengukur obyek yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis alat ukur yang tepat atau sahih (valid). Artinya, ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang masuk salah sehingga kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi salah.

2).Mendidik

PBK harus memberikan sumbangan positif pada pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, PBK harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan untuk memotivasi siswa yang berhasil (positive reinforcement) dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil (negative reinforcement), sehingga keberhasilan dan kegagalan siswa harus tetap diapresiasi dalam penilaian.

3).Berorientasi pada kompetensi

PBK harus menilai pencapaian kompetensi siswa yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.

4).Adil dan obyektif

PBK harus mempertimbangkan rasa keadilan dan obyektivitas siswa, tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakang budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran. Sebab ketidakadilan dalam penilaian, dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa, karena merasa dianaktirikan.

5).Terbuka

PBK hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.

6).Berkesinambungan

PBK harus dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari waktu ke waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian.

7).Menyeluruh

PBK harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta berdasarkan pada strategi dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa yang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.

8).Bermakna

PBK diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu, PBK hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.

Selain harus memenuhi prinsip-prinsip umum penilaian, pelaksanaan PBK juga harus memegang prinsip-prinsip khusus sebagai berikut:

Apapun jenis penilaiannya, harus memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui dan pahami, serta mendemonstrasikan kemampuan yang dimilikinya; Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur PBK dan pencatatan secara tepat prestasi yang dicapai siswa.

Keunggulan PBK

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penilaian ini dilaksanakan oleh guru secara variatif dan terpadu dengan kegiatan pembelajaran di kelas, oleh karena itu disebut penilaian berbasis kelas (PBK). PBK dilakukan dengan pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja/penampilan (performance), dan tes tertulis (paper and pencil). Guru menilai kompetensi dan hasil belajar siswa berdasarkan level pencapaian prestasi siswa.Karenanya, PBK dapat dikatakan sebagai bentuk penilaian yang paling komprehensip.

Harus disadari oleh semua pihak, bahwa sesungguhnya guru itulah yang paling mengetahui kemampuan atau kemajuan belajar siswa, bukan kepala sekolah, pengawas, apalagi pejabat struktural di Departemen atau Dinas Pendidikan. Sebab, gurulah yang sehari-hari berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa di dalam kelas dan di lingkungan sekolah. Dengan demikian, PBK yang memberi kewenangan sangat leluasa kepada guru untuk menilai siswa merupakan suatu keunggulan agar diperoleh hasil belajar yang akurat sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Selain itu, di dalam PBK guru tentu tidak dapat menilai sekehendak hatinya, melainkan harus menyampaikan secara terbuka kepada siswa untuk menyepakati bersama kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dan standar nilai yang diberikan oleh guru.
Pelaksanaan PBK

Penilaian dilakukan terhadap hasil belajar siswa berupa kompetensi sebagaimana yang tercantum dalam KBM setiap mata pelajaran. Di samping mengukur hasil belajar siswa sesuai dengan ketentuan kompetensi setiap mata pelajaran masing-masing kelas dalam kurikulum nasional, penilaian juga dilakukan untuk mengetahui kedudukan atau posisi siswa dalam 8 level kompetensi yang ditetapkan secara nasional.

Penilaian berbasis kelas harus memperlihatkan tiga ranah yaitu: pengetahuan (koknitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) Ketiga ranah ini sebaikanya dinilai proposional sesuai dengan sifat mata pelajaran yang bersangkutan. Sebagai contoh pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Al-Quran, Aqidah-Akhlaq, fiqh, dan tarikh) penilaiannya harus menyeluruh pada segenap aspek kognitif, afektif dan psikomotorik,dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa serta bobot setiap aspek dari setiap materi. Misalnya kognitif meliputi seluruh mata pelajaran, aspek afektif sangat dominan pada materi pembelajaran akhlak, PPkn, seni. Aspek psikomotorik sangat dominan pada mata pelajaran fiqh, membaca Al Quran, olahraga, dan sejenisnya. Begitu juga halnya dengan mata pelajaran yang lain, pada dasarnya ketiga aspek tersebut harus dinilai.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa. Penilaiannya tidak saja merupakan kegiatan tes formal, melainkan juga:

1).Perhatian terhadap siswa ketika duduk, berbicara, dan bersikap pada waktu belajar atau berkomunikasi dengan guru dan sesama teman;

2).Pengamatan ketika siswa berada di ruang kelas, di tempat ibadah dan ketika mereka bermain;

3).Mengamati siswa membaca Al-Qur an dengan tartil (pada setiap awal jam pelajaran selama 5 – 10 menit)

Dari berbagai pengamatan itu ada yang perlu dicatat secara tertulis terutama tentang perilaku yang ekstrim/menonjol atau kelainan pertumbuhan yang kemudian harus diikuti dengan langkah bimbingan. Penilaian terhadap pengamatan dapat digunakan observasi, wawancara, angket, kuesioner, sekala sikap dan catatan anekdot (anecdotal record).

A.Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Untuk keperluan evaluasi diperlukan alat evaluasi yang bermacam-macam, seperti kuesioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Dari sekian banyak alat evaluasi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni alat tes dan nontes. Khusus untuk evaluasi hasil pembelajaran alat evaluasi yang paling banyak digunakan adalah tes. Oleh karena itu, pembahasan evaluasi hasil pembelajaran dengan lebih menekankan pada pemberian nilai terhadap skor hasil tes, juga secara khusus akan membahas pengembangan tes untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas tes sebagai alat evaluasi.
1).Teknik Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinyapiring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.

Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:

a).Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.

b).Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.

Fungsi (a) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi (b) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.
2).TesMenurut Tujuannya

Dilihat dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi:

a).Tes Kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya.Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes ketrampilan bongkar pasang suatu alat.

b).Tes Kemampuan (Power Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.

c).Tes Hasil Belajar (Achievement Test)

Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.

d).Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)

Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.

e).Tes Diagnostik (Diagnostic Test)

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut.

f).Tes Formatif

Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu.

g).Tes Sumatif

Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari.
3).Bentuk Tes

Dilihat dari jawaban siswa yang dituntut dalam menjawab atau memecahkan persoalan yang dihadapinya, maka tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis :

a).Tes lisan (oral test)

b).Tes tertulis (written test)

c).Tes tindakan atau perbuatan (performance test)

Penggunaan setiap jenis tes tersebut seyogyanya disesuaikan dengan kawasan (domain) perilaku siswa yang hendak diukur. Misalnya tes tertulis atau tes lisan dapat digunakan untuk mengukur kawasan kognitif, sedangkan kawasan psikomotorik cocok dan tepat apabila diukur dengan tes tindakan, dan kawasan afektif biasanya diukur dengan skala perilaku, seperti skala sikap.

1. Bentuk Soal Pilihan Ganda

Keunggulan dari bentuk soal pilihan ganda ini, antara lain adalah sebagai berikut:

a).Pensekoran mudah, cepat, serta objektif

b).Dapat mencakup ruang lingkup bahan/materi yang luas

c).Mampu mengungkap tingkat kognitif rendah sampai tinggi.

Sementara, selain memilliki keunggulan, soal pilihan ganda juga memiliki kelemahan, antara lain adalah sebagai berikut:

a).Menuliskan soalnya relatif lebih sulit dan lama

b).Memberi peluang siswa untuk menebak jawaban

c).Kurang mampu meningkatkan daya nalar siswa.

2. Bentuk Soal Uraian

Keunggulan dari bentuk soal uraian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

a).dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan pikiran,

b).menganalisis masalah, dan mengemukakan gagasan secara rinci

c).relatif mudah dan cepat menuliskan soalnya

d).mengurangi faktor menebak dalam menjawab

Sementara, selain memiliki keunggulan, soal uraian juga memiliki kelemahan, antara lain adalah sebagai berikut:

a).jumlah materi (PB/SPB) yang dapat diungkap terbatas

b).Pengoreksian/scoring lebih sukar dan subjektif

c).tingkat reliabilitas soal relaitf lebih rendah
4).Ciri-ciri Tes yang Baik

Sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis

a).Validitas

Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggiapabila tes itu tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa saja misalnya.

Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut selanjutnya akan diuraikan beberapa macam kriteria validitas, yaitu:

1).Content validity (validitas isi)

Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut juga rational validity atau logical validity.Batasan content validity ini menggambarkan sejauh mana tes mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara representatif dan sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel yang representatif dari perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Dengan demikian suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara content, bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari materi pelajaran (subject matter) yang diberikan, dan perubahan-perubahan perilaku (behavioral changes) yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Misalnya apabila kita ingin memberikan tes bahasa inggris untuk kelas II, maka item-itemnya harus diambil dari bahan pelajaran kelas II. Kalau diambilnya dari kelas III maka tes itu tidak valid lagi.

2).Predictive validity (validitas ramalan)

Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) suatu alat pengukur ditunjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes hasilbelajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramlan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalakan sukses tidaknya siswa tersebut dakam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan ialah dengan mencari korelasi antara nilai-nilsi yang dicapai oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.

3).Concurent validity (Validitas bandingan)

Kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telahdimilikisaat kini secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar).

4).Construct Validity (validitas konstruk/susunan teori)

Yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang benar-benar akan mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa karena soal itu ditulis secara berkepanjangan dengan bahasa yang sulit dimengerti.

b).Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya. Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan, keterandalan atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau dengan tes yang pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya. Contoh

Waktu tes

Nama siswa


Pengetesan

pertama


Pengetesan

Kedua


Ranking

Andi


6


7


3.a

Budi


5.5


6.6


4

Cici


8


9


1

Didi


5


6


5

Evi


6


7


3.b

Fifi


7


8


2

Ada beberapa cara untuk mencari reliabilitas suatu tes, antara lain :

1).Teknik Berulang

Tehnik ini adalahdengan memberikan tes tersebut kepada sekelompok anak-anak dalam dua kesempatan yang berlainan. misalnya suatu tes diberikan pada kepada group A. selang 3 hari atau seminggu tes tes tersebut diberikan lagi kepada group A dengan syarat-syarat tertentu.

2).TeknikBentuk Paralel

Teknik ini dipergunakan dua buah tes yang sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya; proses mental yang diukur, tingkat kesukaran jumlah item dan aspek-aspek lain.

3).Teknik belah dua

Ada dua prosedur yang dapat digunakan dalam tes belah dua ini yaitu :



a).Objektivitas

Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.

b).Praktikabilitas

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:

1).Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.

2).Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.

3).Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh orang lain

c).Ekonomis

Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak danwaktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.

Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteriates tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (sosal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini :

1).Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan

2).Relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan

3).Spesifik, soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar dengan rajin

4).Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda). harus ada patokan; tugas ditulis konkret. Apa yang harus diminta; harus dijawab berapa lengkap

5).Representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan

6).Seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak selalu perlu.
1).Teknik Nontes

Teknik nontes sangat penting dalam mengevaluasi siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan asfek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes, yakni: pengamatan (observation), wawancara (interview), kuesioner/angket (questionanaire), dan analisis dokumen yang bersifat unobtrusive.

a. Observasi

Contoh Pedoman Observasi

Mata Pelajaran: Biologi

Konsep/Subkonsep: 1.1 Vegetatif Buatan

1.1.1. Mencangkok

Kelas: IMA

Hari/tanggal: Ahad, 11 September 2004

Jampel ke-: 1

Nama Siswa: Ali

NO


KEGIATAN/ASPEK YANG DINILAI


NILAI


KET

1


Langkah persiapan (penyiapan alat dan bahan)


….


2


Cara mengelupas kulit bagian luar


….


3


Cara mengelupas kulit bagian dalam


….


4


Cara membersihkan getah/lendir


….


5


Cara menaburkan tanah


….


6


Cara membungkus dan mengikat


….


Jumlah


….


Rata-rata


….


Catatan: >> Pemberian nilai dapat menggunakan angka 1 – 10atau A, B, C, D

Contoh observasi dengan check-list

Mengungkap perilaku/sikap siswa dalam mengikuti pelajaran Biologi

Nama Siswa: Ali

Kelas: II

No


Kegiatan/

Aspek yang dinilai


SL

selalu


Sr

sering


Kd

kadang


TP

tdkprnh

1


Hadir tepat waktu


V

2


Rapi dalam berpakaian


V

3


Hormat kepada guru


V

4


Suka mengganggu teman


V

5


Mngerjakan PR di sekolah


V

Rekap Penilaian

b. Wawancara(Interview)

Contoh Pedoman Wawancara

1. Wawancara Terbimbing (guided interview)

Nama Siswa:

Kelas:

Hari/ Tangal:

Pokok Pembicaraan:

Mengungkap kebiasaan di rumah dan penggunaan waktu luang siswa

1. Apa yang kamu lakukan sepulang sekolah sampai menjelang tidur?
2. Apakah kamu suka olahraga, jenis olahraga apa? Adakah jadwal khusus untuk olahraga?
3. Dalam sepekan berapa kali kamu belajar kelompok? Mata pelajaran apa yang paling sering dibahas bersama?
4. Adakah kelompok belajar di tempat tinggalmu? Bagaimana peran kamu dalam kelompok tersebut?
5. Kapan dan bagaimana cara kamu belajar di rumah?

2. Wawancara bebas (unguided interview)

Nama Siswa:

Kelas:

Hari/Tgl:

Pokok Pembicaraan:

Mengungkap tanggapan siswa terhadap kebijakan kepala madrasah tentang Kegiatan Tadabur Alam

(siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dikembangkan lebih jauh atas dasar jawaban sebelumnya, sampai diperoleh kesimpulan yang jelas atau dibatasi waktu)

c. Kuesioner (Questionaire)

Contoh penggunaan kuesioner

Nama Siswa:

1. Pada waktu melihat sampah bertebaran di jalan, saya berusaha untuk membuang ke tempat sampah:

a.sangat sering

b.sering

c.kadang-kadang

d.jarang

e.tidak pernah

1. Saya mengerjakan PR setelah teman-teman mengerjakan:

a.selalu

b.sering

c.kadang-kadang

d.jarang

e.tidak pernah

1. Adam berkata kepada temannya: “Kalau tidak ada PR kita tidak perlu belajar”. Terhadap pernyataan Adam tersebut, saya:

a. sangat setuju

b. setuju

c. ragu-ragu

d. tidak setuju

e. sangat tidak setuju

A.Ringkasan

Atas dasar pemaparan dan pembahasan tentang evaluasi pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan beberapa kajian dan pembahasan yang esensial dari bab ini, yakni sebagai berikut:

1).Dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi

2).Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guruakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik

3).Evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain (a) untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, (b) untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran yang digunakan, (c) untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya, dan (d) untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.

4).Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian berkelanjutan, otentik, akurat, dan konsisten dalam kegiatan pembelajaran di bawah kewenangan guru di kelas

5).Pelaksanaan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat evaluasi, antara lain, kuesioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Dari sekian banyak alat evaluasi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni alat tes dan nontes

B.Pertanyaan Diskusi

Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan pembahasan tentang evaluasi pembelajaran ini, maka ada beberapa hal yang bisa didiskusikan di kelas, yakni sebagai berikut:

Diskusikan dengan teman-teman Anda di kelas!

1).Apa yang dimaksud dengan evaluasi, assesmen dan pengukuran dalam konteks penilaian pembelajaran?

2).Apakah tujuan diberlakukannya evaluasi dalam pembelajaran?

3).Apa yang dimaksud dengan Penilaian Berbasis Kelas?

4).Bagaimana teknis pelaksanaan Penilaian Berbasis Kelas?

5).Bagiamanakah tahapan-tahapan pelaksanaan evaluasi dalam proses pembelajaran

Jelaskan model tes yang digunakan dalam proses pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dan memilih media pembelajaran yang tepat

Prinsip-prinsip kegiatan belajar-mengajar
Panduan prinsip-prinsip pembelajaran efektif

Pembelajaran efektif berkaitan langsung dengan keberhasilan pencapaian pengalaman belajar
Pembelajaran efektif menguatkan praktek dalam tindakan
Pembelajaran efektif mengintegrasikan komponen-komponen kurikulum inti
Pembelajaran efektif bersifat dinamis dan dapat membangkitkan kegairahan
Pembelajaran efektif merupakan perpaduan antara seni dan ilmu tentang pengajaran
Pembelajaran efektif membutuhkan pemahaman komprehensif tentang siklus pembelajaran
Pembelajaran efektif dapat menemukan ekspresi terbaiknya ketika guru berkolaborasi untuk mengembangkan, mengimplementasikan, dan menemukan bentuk praktek mengajar yang profesional

GURU, PESERTA DIDIK, DAN PEMBELAJARAN

Peran Guru :

*
memperhatikan dan bersikap positif;
*
mempersiapkan baik isi materi pelajaran maupun praktek pembelajarannya;
*
memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap siswanya;
*
memiliki sensitivitas dan sadar akan adanya hubungan antara guru, siswa, serta tugas masing-masing;
*
konsisten dan memberikan umpan balik positif kepada siswa.

Peran Siswa :

* tertarik pada topik yang sedang dibahas;
* dapat melihat relevansi topik yang sedang dibahas;
* merasa aman dalam lingkungan sekolah;
* terlibat dalam pengambilan keputusan belajarnya;
* memiliki motivasi;
* melihat hubungan antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan pengalaman belajar yang akan dicapai.

Tugas pembelajaran :

*
spesifik dan dapat dikelola dengan baik
*
kemampuan yang dapat dicapai dan menarik bagi siswa
*
secara aktif melibatkan siswa
*
bersifat menantang dan relevan bagi kebutuhan siswa

Variabel-variabel dalam memilih bentuk pembelajaran

Sejumlah variabel sebaiknya dijadikan pertimbangan ketika guru menyeleksi model pembelajaran, strategi, dan metode-metode yang akan digunakan. Variabel-variabel tersebut di antaranya :

*
hasil dan pengalaman belajar siswa yang diinginkan;
*
urutan pembelajaran (sequence) yang selaras : deduktif atau induktif;
*
tingkat pilihan dan tanggung jawab siswa (degree);
*
pola interaksi yang memungkinkan;
*
keterbatasan praktek pembelajaran yang ada.

KERANGKA KERJA PENGAJARAN

Kerangka Kerja Pengajaran

Model-model Pembelajaran

1. Model menggambarkan tingkat terluas dari praktek pendidikan dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran.
2. Model digunakan untuk menyeleksi dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas siswa untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran (topik konten).
3. Joyce dan Weil (1986) mengidentifikasi empat model yakni (a) model proses informasi, (b) model personal, (c) model interaksi sosial, dan (d) model behavior.

Strategi Pembelajaran

1. Dalam setiap model terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan.
2. Menurut arti secara leksikal, strategi adalah rencana atau kebijakan yang
3. dirancang untuk mencapai suatu tujuan.
4. Dengan demikian strategi mengacu kepada pendekatan yang dapat dipakai oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Strategi dikelompokkan menjadi strategi langsung (direct), strategi tidak langsung (indirect), strategi interaktif (interactive), strategi melalui pengalaman (experiential), dan strategi mandiri (independent).

Metode-metode Pembelajaran

1. Metode digunakan oleh guru untuk mengkreasi lingkungan belajar dan menkhususkan aktivitas di mana guru dan siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Biasanya metode digunakan melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan beberapa metode berada dalam strategi yang bervariasi, artinya penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Keterampilan-keterampilan pembelajaran

1. Keterampilan merupakan perilaku pembelajaran yang sangat spesifik.
2. Di dalamnya terdapat teknik-teknik pembelajaran seperti teknik bertanya, diskusi, pembelajaran langsung, teknik menjelaskan dan mendemonstrasikan.
3. Dalam keterampilan-keterampilan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan perencanaan yang dikembangkan guru, struktur dan fokus pembelajaran, serta pengelolaan pembelajaran.

STRATEGI PENGAJARAN

STRATEGI PENGAJARAN

1.Strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction)

* Strategi pembelajaran langsung merupakan strategi yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling sering digunakan. Pada strategi ini termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik, pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi.
* Strategi pembelajaran langsung efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah

2.Strategi Pembelajaran Tidak Langsung (indirect instruction)

*
Pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis.
*
Dalam pembelajaran tidak langsung, peran guru beralih dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung, dan sumber personal (resource person).
Guru merancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan siswa untuk terlibat, dan jika memungkinkan memberikan umpan balik kepada siswa ketika mereka melakukan inkuiri.
*
Strategi pembelajaran tidak langsung mensyaratkan digunakannya bahan-bahan cetak, non-cetak, dan sumber-sumber manusia.

3.Strategi Pembelajaran Interaktif (interactive instruction)

*
Strategi pembelajaran interaktif merujuk kepada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik.
*
Seaman dan Fellenz (1989) mengemukakan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan, pengalaman, pandangan, dan pengetahuan guru atau kelompok, serta mencoba mencari alternatif dalam berpikir.
*
Strategi pembelajaran interaktif dikembangkan dalam rentang pengelompokkan dan metode-metode interaktif.
*
Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan tugas berkelompok, dan kerjasama siswa secara berpasangan.

4.Strategi Belajar Melalui Pengalaman (experiential learning)

*
Strategi belajar melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada aktivitas.
*
Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah pada proses belajar, dan bukan hasil belajar.
*
Guru dapat menggunakan strategi ini baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sebagai contoh, di dalam kelas dapat digunakan metode simulasi, sedangkan di luar kelas dapat dikembangkan metode observasi untuk memperoleh gambaran pendapat umum.

5.Strategi Belajar Mandiri (independent study)

*
Strategi belajar mandiri merujuk kepada penggunaan metode-metode pembelajaran yang tujuannya adalah mempercepat pengembangan inisiatif individu siswa, percaya diri, dan perbaikan diri. Fokus strategi belajar mandiri ini adalah merencanakan belajar mandiri siswa di bawah bimbingan atau supervisi guru.
*
Belajar mandiri menuntut siswa untuk bertanggungjawab dalam merencanakan dan menentukan kecepatan belajarnya.

METODE PENGAJARAN

METODE PENGAJARAN

PENGEMBANGAN MEDIA

PENGERTIAN MEDIA

AECT : media sebagai bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi

Gagne : media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar

Briggs : media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar

NEA : media adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya

MEDIA adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi

KEGUNAAN MEDIA

*
Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis
*
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera
*
Mengatasi sikap pasif siswa menjadi lebih bergairah
*
Mengkondisikan munculnya persamaan persepsi dan pengalaman

PEMILIHAN MEDIA

CIRI UTAMA MEDIA YAKNI SUARA, VISUAL, GERAK

KLASIFIKASI MEDIA
Audio visual gerak / diam
Visual gerak / diam
Audio Cetak

PERTIMBANGAN PEMILIHAN MEDIA

*
Tujuan yang ingin dicapai
*
Karakteristik siswa/sasaran
*
Jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio, visual, gerak)
*
Keadaan lingkungan setempat
*
Luasnya jangkauan yang ingin dilayani

Sumber : Internet dan kumpulan artikel

Teknik Membaca Cepat

-Scanning, yaitu melihat pada rangkaian teks tertentu untuk menemukan informasi yang spesifik. hal ini bisa di lakukan dengan menyimak daftar isi, kata pengantar atau bagian – bagian lainnya

-Melihat kata – kata kunci

-Skimming, yaitu melihat sekilas pada bagian awal dan akhir sebuah tulisan. hal ini didasari "teori menulis" yang mengajarkan untuk memuat gagasan utama pada awal tulisan dan kesimpulan pada akhir tulisan.

MEMBACA PERLAHAN, dibutuhkan untuk memperoleh pemahaman mendetil atau mengingat materi yang dibaca. cara

ini juga digunakan untuk memahami uraian yang sulit dan kompleks.

Teknik MEMBACA PERLAHAN

1. Membaca analitik atau membaca kritis
2. Mencoba membaca sembari memikirkannya
3. Memahami bacaan sembari mengajukan pertanyaan – pertanyaan.



SQ3R

Bagaimana caranya menyerap esensi bacaan secara efektif? dlm bukunya effective study, Francis Pleasent Robinson (1946) mengintroduksi strategi membaca yang dikenal sebagai "SQ3R". Nama tersebut adalah singkatan dari 5 (lima) langkah dalam strategi membaca

menurut Robinson, yaitu

1. Survey ( atau skim)

2. Question

3. Read

4. Recite (atau Recall)

5. Review.

Strategi ini kemudian sangat populer dan diadopsi menjadi bagian dari cara belajar efektif yang dianjurkan di banyak perguruan tinggi di Amreika Serikat.

Cara kerja strategi tersebut kira – kira sebagai berikut :

-Survey, Sebelum memulai membaca, ambil waktu 1 menit untuk melakukan survey untuk mendapatkan gambaran yang terkandung didalam buku yang dibaca. Simak bab yang hendak di baca secara keseluruhan; apasaja judul dan sub judulnya, bagaimana struturnya yang kira – kira mudah dicerna, perhatikan apakah ada ringkasan, rujukan atau kesimpulan. perhatikan apakah kita dapat menemukan sekurang – kurangnya tiga pikiran / topik utama dalam bab tersebut.

-Question (bertanya), memakan waktu kurang dari 30 detik. Masalah apa yang akan dibahas dalam bab tersebut dan dalam sub-sub judulnya? masalah apa yang sedang kita pikirkan dan dijawab oleh baba ini? Dengan demikian, anda sudah terlibat dan memasuki esensi dari bab tersebut.

-Read, lakukan dengan cepat yang nyaman bagi kita, tidak perlu terlalu cepat. Bacalah setiap bagian satu kali dan temukan jawaban dari pertanyaan yang telah ada di benak kita (active reading) membutuhkan konsentrasi yang baik.

-Recite (bacakan) atau tuliskan kalimat kunci yang meringkas semua maksud dari bagian yang kita baca dengan kata – kata kita sendiri. Hal ini penting krn dengan demikian berarti kita telah menangkap esensi bacaan

-Review (meninjau kembali atau mengulang), setelah kita memiliki sejumlah kalimat – kalimat kunci yang merupakan kerangka (outline) dari keseluruhan bab. ujilah diri kita dengan mengulang kalimat – kalimat kunci ini dan perhatikan apakah kita dapat mengingat kembali semuanya. lakukan hal ini segera setelah anda menyelesaikan satu bab jika ada bagian yang tidak dapat kita ingat dengan baik, ulangi membaca bagian tersebut. Proses ini memakan waktu kurang dari 5 (lima) menit.

Sumber : Internet

Emotianal Entelligence

Siapapun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal mudah.
Aristoteles, The Nicomachean Ethics.

Kecerdasan
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, sebagai jalur sempit ketrampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis (menjadi professor). Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak melulu ini saja. Pandangan baru yang berkembang : ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dll. yang harus juga dikembangkan.



Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral.

Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih penting daripada nalar. Emosi itu memperkaya; model pemikiran yang tidak menghiraukan emosi merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang lebih tinggi dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta, seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin, Kita sudah terlalu lama menekankan pentingnya IQ dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun, kecerdasan tidaklah berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa. Kecerdasan emosional menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat kita menjadi lebih manusiawi.

Antara IQ dan EQ
Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak; orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidupan pribadi mereka. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20 % bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80 % ditentukan oleh faktor lain.
Kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, atau kebahagiaan hidup.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, ataupun dalam menangkap aturan-aturan tak tertulis yang menentukan keberhasilan dalam politik organisasi.
Orang dengan ketrampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir/pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.

Survey membuktikan ….
Survei terhadap orangtua dan guru-guru memperlihatkan adanya kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang, lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya : lebih kesepian dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.
Kemerosotan emosi tampak dalam semakin parahnya masalah spesifik berikut :
Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial; lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, banyak bermuram durja, kurang bersemangat, merasa tidak bahagia, terlampau bergantung.
Cemas dan depresi, menyendiri, sering takut dan cemas, ingin sempurna, merasa tidak dicintai, merasa gugup atau sedih dan depresi.
Memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir ; tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang, melamun, bertindak tanpa bepikir, bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi, sering mendapat nilai buruk di sekolah, tidak mampu membuat pikiran jadi tenang.
Nakal atau agresif; bergaul dengan anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, bersikap kasar terhadap orang lain, menuntut perhatian, merusak milik orang lain, membandel di sekolah dan di rumah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok , bertemperamen panas.

Penelitian jangka panjang terhadap 95 mahasiswa Harvard dari angkatan tahun 1940 an menunjukkan bahwa dalam usia setengah baya, mereka yang peroleh tesnya paling tinggi di perguruan tinggi tidaklah terlampau sukses dibandingkan rekan-rekannya yang IQ nya lebih rendah bila diukur menurut gaji, produktivitas, atau status di bidang pekerjaan mereka.
Mereka juga bukan yang paling banyak mendapatkan kepuasan hidup, dan juga bukan yang paling bahagia dalam hubungan persahabatan, keluarga, dan asrmara.

Penanganan
Bagaimana kita mempersiapkan anak-anak kita dalam menempuh kehidupan ? Perlu pendidikan kecakapan manusiawi dasariah, seperti kesadaran diri, pengendalian diri, dan empati, seni mendengarkan, menyelesaikan pertentangan dan kerja sama. Kendati terdapat kendali sosial, dari waktu ke waktu nafsu seringkali menguasai nalar. Perlu adanya keseimbangan antara kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Keberhasilan hidup ditentukan oleh keduanya.
Ajaran Socrates : Kenalilah dirimu menunjukkan inti kecerdasan emosional : kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul.
Pelatihan untuk menyatakan perasaan negatif (marah, frustrasi, kecewa, depresi, cemas) menjadi amat penting. Pelampiasan yang tidak tepat justru menambah intensitas, bukan mengurangi. Cara berpikir menentukan cara merasa, oleh karenanya berpikir positif sangatlah diperlukan.

Ketekunan, kendali dorongan hati dan emosi, penundaan pemuasan yang dipaksakan kepada diri sendiri demi suatu sasaran, kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain (empati), dan manajemen diri merupakan hal yang dapat dipelajari.
Pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak akan sangat menentukan dasar pembentukan ketrampilan sosial dan emosional.

Sumber : Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligence. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Menumbuhkan Kreatifitas Anak

Doronglah anak untuk mengekspresikan diri dengan berbagai cara

*
Beri kesempatan anak untuk menyampaikan perasaan, keinginan, dan gagasannya tanpa mencela atau membuatnya malu
*
Hormatilah cara anak mengekspresikan kreatifitasnya dengan memberikan pengakuan dan pujian terhadap proses kreatif yang dilakukannya
*
Ciptakanlah lingkungan rumah yang kaya akan peluang mengekpresikan diri dengan menyediakan sumberdaya (mainan, buku, benda bekas), ruang dan waktu untuk kreatifitas
*
Tanyakan dahulu pendapat/penilaian anak terhadap hasil karyanya sebelum orang di sekitarnya memberikan penilaian
*
Akui hasil karya anak dengan membingkainya, menempel hasil karyanya, dan memujinya
*
Hindarkan tindakan membanding-bandingkan anak dengan temannya
*
Biarkan anak bermain dengan gembira, karena bermain adalah wujud kreatifitas bagi anak.Pada waktu bermain, anak akan merasa gembira danpada saat itulah kreatifitas akan mengalir deras

Sumber: Cara Mengembangkan Kreatifitas Anak. Reynold Bean, Binarupa Aksara, 1995.(iis) http://ihf-org.tripod.com/

Pembelajaran Kontruktivisme

Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks Filsafat Pendidikan, konstruktifisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Dalam proses pembelajaran konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Si belajar harus aktif mengembangkan pengetahuan, bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama siswa.
Kreatifitas dan keaktifan si belajar membantu untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifnya, mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif, dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran Top down dari pada Bottom Up.

Kata kunci : Pembelajaran – Konstruktifis – Si belajar – Kreatifitas.

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi pendidik (guru) dengan peserta didik (siswa), untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam ungkapan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik.
Pendidikan berfungsi membantu siswa dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya kearah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan atau nilai atau pelatihan ketrampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara potensi dan aktual telah dimiliki siswa, sebab siswa bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar. Mereka telah memiliki sesuatu, sedikit atau banyak, telah berkembang (teraktualisasi) atau sama sekali masih kuncup (potensial). Peran guru adalah mengaktualkan yang masih kuncup dan mengembangkan lebih lanjut apa yang sedikit atau baru sebagian teraktualisasi, semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang ada.
Dengan demikian siswa mampu mempertautkan dan memanfaatkan pengetahuan maupun ketrampilan yang mereka peroleh di sekolah dalam proses belajar di kehidupan mereka sehari-hari. Hasil akhirnya diharapkan kedalaman dan keluasan pemahaman siswa atas pengetahuan dan ketrampilan yang mereka tekuni lebih meningkat.
Penerapan proses pembelajaran yang memberikan keluasan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif dan stabil, tetapi bersifat temporer dan tidak menentu, tergantung dari persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterprestasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Penulisan ini bertujuan mengetahui dan memahami tentang pembelajaran konstruktifis sebagai salah satu pendekatan dalam menciptakan proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki.Selain itu juga untuk mengembangkan wawasan tentang ragam sistem pembelajaran beserta subtansi pola yang ditawarkan. Sehingga akan menghasilkan hasil belajar yang efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik (si belajar).

Makna dan Lingkungan Kontruktifis.
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal di dalam kehidupan manusia. Dimanapun dan kapanpun di dunia ini terdapat pendidikan. Pendidikan dipandang merupakan kegiatan manusia untuk memanusiakan sendiri, yaitu manusia berbudaya. Konstruktifis sebagai suatu konsep yang banyak membicarakan masalah pembelajaran, diharapkan menjadi landasan intelektual untuk menyusun dan menganalisa problem pembelajaran dalam pergulatan dunia pendidikan. Konstruktifis berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktifisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktifis berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Menurut R. Wilis Dahar dalam bunga rampai “Membuka Masa depan Anak-Anak Kita”, dinyatakan bahwa sebagai filsafat belajar, konstruktifisme sudah terungkap dalam tulisan ahli Filsafat Giambattista Vico 1710, yang mengemukakan bahwa orang hanya dapat benar-benar memahami apa yang dikonstruksinya sendiri. Banyak orang sepaham dengan gagasan ini tetapi yang pertama mengembangkan gagasan konstruktifisme yang ditetapkan dalam kelas dan perkembangan anak adalah Piaget.
Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan ini secara utuh dipindahkan dari fikiran guru kefikiran anak. Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah mengungkapkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan terakhir inilah yang dianut oleh konstruktifisme.

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, konstruktifisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan ini perlu membangun kemandirian anak untuk mengelola pola pikir secara terarah. Dalam proses pembelajaran, konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntunan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti ini, anak didik berada dalam suasana aman dan bebas (Imam Barnadib, 1997).
Tujuan pembelajaran konstruktifistik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktifitas kreatif produktif dalam konsteks nyata yang mendorong si belajar untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan.
Dalam teori, peran guru adalah menyediakan suasana dimana para siswa mendesain dan mengarahkan kegiatan belajar itu lebih banyak dari pada menginginkan bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan ide-ide.
Menurut teori ini, satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan stratigi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa, anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut.
Sistem pendekatan konstruktifis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah komplek untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) ketrampilan dasar yang diperlukan.
Bangunan pemahaman sekaligus penataan perilaku anak didik menjadi titik perhatian dalam pembelajaran konstruktifis. Menurut Yatim Riyanto, konstruktifistik berada dalam situasi kontras, berakar pada pengajaran cara lama yang dilaksanakan di sekolah Amerika. Secara tradisional, pembelajaran telah dipersiapkan menjadi “mimetic” (kegiatan meniru). Suatu proses yang melibatkan siswa untuk mengulangi atau meniru. Sementara di lain pihak, praktek pembelajaran konstruktif dilakukan untuk membantu siswa membentuk, mengubah diri atau mentransformasikan informasi baru.
Dengan pandangan Paulo Freire, untuk melakukan transformasi yang paling awal harus mengetahui konteks sosial pengajaran dan kemudian membedakan antara pendidikan yang membebaskan dengan pendidikan tradisional. Pada dasarnya pendidikan yang membebaskan adalah situasi dimana guru dan siswa sama-sama memiliki perbedaan. Hal demikian merupakan ujian perbedaan yang pertama pendidikan yang membebaskan dari sistem pendidikan konvensional. Di sini guru dan siswa sama-sama menjadi subyek kognitif dari upaya menjadi tabu. (Ira Shor dan Paulo Freire, 2001).

Dari tujuan tentang lingkup konstruktifisme dalam pembelajaran ini, pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan antara lain:
1. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Yatim Riyanto).

Beberapa Prinsip tentang Konstruktifis Ada lima prinsip dasar tentang konstruktifis meliputi :
1. Prinsip l : Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
2. Prinsip 2 : Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
3. Prinsip 3 : Mencari dan menilai pendapat siswa
4. Prinsip 4 : Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
5. Prinsip 5 : Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.

Penciptaan Seting Konstruktifis
Teori konstruktifis selain sebagai kajian filosofis, dalam praktisnya juga mengupas persoalan pembelajaran. Ada beberapa implikasi teori konstruktifis dalam pembelajaran antara lain :

*
Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban tersebut.
*
Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas konstruktifis, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan.
*
Pendekatan konstruktifis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran TOP DOWN dari pada BOTTOM UP.
*
DISCOVERY LEARNING (Bruner) . Dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
*
Pendekatan konstruktifis dalam pengajaran khas menerapkan SCAF FOLDING, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri.

Karena itu, pembelajaran konstruktif juga melibatkan guru-guru yang konstruktif dan memiliki daya kreatif tinggi. Sebagai guru yang konstruktif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1.
Mendukung dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
2.
Menggunakan data mentah dan nara sumber asli, bersama bahan yang manipulatif, interaktif dan nyata.
3.
Ketika memberi tugas, menggunakan istilah kognitif, seperti klasifikasikan, analisa, meramalkan, ciptakan atau bentuk.
4.
Memperbolehkan jawaban siswa menuntun pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi.
5.
Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian-pengertian mereka tentang konsep tersebut.
6.
Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
7.
Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang mendalam dan juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang lain.
8.
Mencari perluasan dari tanggapan awal siswa.
9.
Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan hipotesa awal mereka dan kemudian mendorong adanya diskusi.
10.
Memberikan waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafor (perumpamaan).
11.
Mengembangkan keinginan dan siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar (learning cycle model).

Karena itulah diperlukan keahlian seorang pendidik yang mampu menyelam kehidupan dan dunia peserta didik. Dalam Quantum Teaching dinyatakan bahwa setiap interaksi dengan siswa setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode instruksional dibangun di atas prinsip “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita”, dan “Antarkan Dunia kita ke Dunia Mereka”, (Bobbi de Porter, 2000). Melalui kedekatan antara guru dan siswa, maka pesan pembelajaran akan dengan mudah ditransformasikan ke benak siswa. Konstruktifistik bukan suatu teori yang bersih dan kekurangan. Teori ini juga terbatas pada ruang dan waktu dalam pengaplikasiannya. Ada beberapa kendala yang mungkin timbul dalam penerapan teori belajar dengan pendekatan konstruktifis:

1.
Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional.
2.
Guru konstruktifis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.
3.
Pendekatan konstruktifis menuntut perubahan siswa evaluasi, yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat.
4.
Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.
5.
Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradab tadi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.

Melihat beberapa kendala yang mungkin saja muncul, maka perlu dikembangkan kondisi obyektif di lapangan. Hal-hal yang perlu dikembangkan tersebut antara lain :

1.
Kurikulum disajikan dan kesatuan kebagian dengan penekanan konsep utama.
2.
Sangat menghargai pertanyaan dari siswa.
3.
Kegiatan kurikulum bertumpu pada sumber data primer dan materi yang digunakan single text book.
4.
Siswa dianggap sebagai pemikiran.
5.
Pada umumnya guru berperilaku secara interaktif menggunakan lingkungan sebagai media belajar.
6.
Guru mencari sudut pandang siswa untuk memahamkan konsep yang disajikan pada siswa untuk keperluan pembelajaran lebih lanjut.
7.
Penelitian terjalin menjadi satu dengan pembelajaran dan dilaksanakan dalam bentuk observasi terhadap kerja siswa/tampilan/tugas.
8.
Siswa bekerja dalam kelompok.

Dalam teori konstruktifisme yang sangat penting adalah bahwa dalam proses belajar siswalah yang harus mendapatkan tekanan. Mereka yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Siswa yang harus bertanggungjawab terhadap hasil belajarannya. Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan terlebih di Indonesia kiranya sangat penting dan perlu dikembangkan.
Kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal, sebab mereka selalu berfikir, bukan menerima saja. Proses mandiri dalam berfikir perlu dibantu oleh pendidik. Anggapan lama yang menyatakan bahwa anak itu tidak tahu apa-apa, sehingga pendidik harus mencekoki mereka dengan bermacam hal, kiranya tidak cocok lagi dengan prinsip konstruktifis.
Meski demikian, tidak secara mutlak sebuah teori atau pendekatan cocok diterapkan dalam semua kondisi. Termasuk juga teori konstruktifis. Dalam hal ini tentunya ada beberapa kendala aplikatif. Sehingga perlu penelaahan lebih lanjut terhadap teori ini, untuk kemudian diupayakan penyesuaian dengan kondisi di lapangan.

sumber : Internet
Bruner, J.S. (1967). On knowing: Essays for the left hand. Cambridge, Mass: Harvard University Press.

RISET TENTANG PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

RISET TENTANG PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

Pembaharuan pembelajaran, selain dilandasi oleh prinsip yang filosofis, haruslah juga dilandasi oleh temuan-temuan empiris yaitu riset yang memusatkan kajiannya pada sekolah. Scheerens (1990 dalam Townsend & Otero) mengidentifikasi empat kategori besar riset persekolahan.

· Yang mengkaji “outcomes” pendidikan

· Yang mengkaji fungsi produksi pendidikan

· Yang mengkaji sekolah yang efektiif

· Yang mengkaji instruksional yang efektif

Kategori pertama biasanya mengkaji hubungan antara latar belakang sosial-ekonomi murid dengan hasil beiajar. Salah satu yang terkenal adalah laporan yang disampaikan oleh Coleman dkk (1966), Mereka menyimpulkan pengaruh yang paling dominan terhadap prestasi akademik murid adalah fatar betakang sosial ekonomi murid. Riset kategori ini tidak banyak gunanya bagi pembaharuan pembelajaran. Bukankah di luar jangkauan guru untuk meningkatkan sosial-ekonomi anak didik?

Kategori ke dua biasanya mengkaji hubungan antara input (sarana, perasarana, alat dan perlengkapan, dan lain-lain) dengan hasil beiajar. Inipun juga kurang berguna untuk pembaharuan pembelajaran. Kaji ulang terhadap laporan Riset Kategori 2 itu menyimpulkan bahwa tidak diketemukan hubungan yang konsisten antara input dan hasil belajar. Jika ada di antara kita yang berpikir bahwa prestasi murid akan naik secara signifikan jika gedung sekolah bertambah besar dan bagus, halaman bertambah luas, perpustakaannya lengkap, lemari bukunya bagus, dan bahkan gaji guru naik lima kali lipat, maka ada baiknya kita berkontemplasi atau merenung sejenak. Yang banyak gunanya bagi pembaharuan pembelajaran adalah Riset Kategori 3, dan lebih-lebih lagi

Kategori 4. Mengapa menurut Anda? Riset Kategori 3 dan 4 percaya bahwa hasil belajar tidak sekedar dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi anak/orangtua dan bahkan tidak pula ditentukan oleh banyaknya input yang diberikan atau dipunyai sekolah.

Sebagai guru dan pendidik kita harus yakin bahwa peran guru dan pengajaran jauh lebih penting dan kuat pengaruhnya daripada latar belakang sosial-ekonomi anak didik dan input material dan fisik. Jika hal ini tidak diyakini, lalu apa gunanya guru datang ke sekolah dan berada di dalam kelas? Apa gunanya guru mengikuti SPG, PGSU; kemudian D2-PGSD, dan saat ini S2-PGSD?

Riset Kategori 3 ditujukan untuk membuka kotak hitam atau “black box” - yaitu segala sesuatu yang terjadi di sekolah dan kelas?. Kita ingat bukan apa gunanya “black box” bagi sebuah pesawat terbang? Jika ada sebuah pesawat terbang yang jatuh, maka yang paling dicari-cari adalah “black

box’’nya, karena disitulah terekam infromasi yang dapat dipakai untuk mengetahui mengapa pesawat itu jatuh. Begitulah pula halnya dengan pendidikan. Di kelaslah banyak terekam infomnasi mengenai mengapa mutu pendidikan dan pengajaran kita jatuh terjerembab. Kelas adalah ibarat sebuah “block box” bagi sebuah pesawat terbang.

Riset Kategori 4 bahkan lebih dalam lagi memasuki kotak hitam kelas, karena memusatkan perhatiannya untuk menemukan cara-cara mengajar (instructional strategies) yang berpengaruh positif dan signrfikan terhiadap hasil belajar. Para guru akan banyak memetik manfaat dari Riset Kotegori 4 ini.

Karena ruang yang terbatas saya hanya mengetengahkan kembali beberapa temuan empins Riset Kategori 3 dan 4. Saya harapkan, temuan ini menjadi masukan bagi guru untuk meperbaiki dan mencari bentuk baru dalam pembelajaran.

Hasil kajian Scheerens (1990;1992) antara lain mengungkapkan bahwa: 1) budaya sekolah: 2) organisasi sekolah; dan 3) aplikasi teknologi kependidikan, efektif untuk meningkafkan hasil belajar murid. Budaya sekolah yang menjunjung tinggi disiplin waktu, menaruh respek terhadap murid yang berprestasi (bukan karena ia diantar-jemput dengan mobil yang mewah, atau karena murah hati dalam memberikan kado bagi guru), menjadikan sekolah dan kelasnya tertata rapi dan sekaligus menjadi sumber belajar, maka budaya sekolah seperti ini akan cenderung mendorong prestasi belajar murid.

Scheerens juga mengungkapkan: 1) pengajaran yang terstruktur; 2) jumlah jam belajar efektif yang tinggi; 3) peluang berlajar yang besar; 4) dorongan untuk berhasil yang kuat; 5) harapan atau target yang tinggi; dan 6) keterlibatan orongtua secara aktit dalam program sekolah adalah merupakan karakteristik sekolah dan kelas yang efektif.

Creemers (1992) mengingatkan semua pihak yang berkepentingan dengan sekolah agar mengerahkan segala sumber daya untuk mendukung terlaksananya proses pengajaran sebagai kunci untuk meningkatkan hasil belajar murid.

Sumber daya dimaksud tidak hanya terbatas 3M (Man, Money, Materiel) sebagaimana selama ini kita ketahui. Pengertian sumber daya dalam cakupan yang lebih luas terdiri dari (Caldwell&Spink, 1998):

· knowledge (pengetahuan -kurikulum, tujuan sekolah dan pengajaran)

· technology (media, teknik, dan alat pembelajaran)

· power ( kekuasaan, wewenang)

· materiel (fasilitias, supplies, peralatan)

· people (tenaga kependidikan, adminisirotif, dan staf pendukung lainnya)

· time ( alokasi waktu pertahun, perminggu, perhari, perjam pelajaran)

· finance (alokasi dana).

I. SEKOLAH YANG EFEKT

SEKOLAH YANG EFEKTIF DAN BERKEMBANG

Untuk saling berbagi wawasan, saya akan memaparkan kembali dengan apa yang disebut oleh B.J. Caldwell & J.M. Spinks (1988), sebagai ciri-ciri sekolah yang efektif dan berkembang, sebagaimana benkut ini.

1) Kurikulum

· Sekolah mencantumkan dengan jelas tujuan pendidikan yang akan dicapai.

· Sekolah mempunyai rencana yang baik, disertai dengan program yong berimbang dan terorganisir yang ditujukan untuk memenuhi apa yang diperlukan oleh anak didik.

· Sekoiah mempunyai program yang dimaksudkan untuk memberikan keterampilan pada anak didik. Adanya keterlibalan orangtua yang tinggi dalam kegiatan belajar siswa.

2) Pengambilan Keputusan

· Adanya keterlibatan yang tinggi di kalangan staf dalam rnengembangkan tujuan sekoiah.

· Guru-guru dilibatkan datam pengambilan keputusan.

· Adanya keterlibatan yang tinggi dari masyarakat dalam pengambilan keputusan.

3) Sumber

* Adanya sumber yang memadai di sekolah sehingga memungkinkan staf untuk mengajar dengan efektif.
* Sekolah mempunyai guru yang kapabel dan bermotivasi tinggi.

4) Hasil Belajar

· Tingkat drop out rendah.

· Nilai tes menunjukkan tingkat pencapaian yang tinggi.

· Tingkat melanjutkan sekoiah tinggi, dan daya serap lapangan kerja tinggi.

5) Kepemimpinan

Adanya Kepala Sekolah yang:

· Mau berbagi tanggung jawab dan mengelola sumber daya dengan efisien.

· Menjamin bahwa sumber daya teralokasikan sesuai dan konsisten dengan kepentingan pendidikan.

· Responsif dan supportif terhadap kepentingan guru.

· Perduli dengan pengembangan professional.

· Mendorong ketertibatan staf dalam program pengembangan professional dan menjadikan program ini sebagai peluang bagi guru untuk menguasai keterampilan yang mereka perlukan.

· Menaruh perhatian yang tinggi mengenai apa yang sedang terjadi di sekolah.

· Membangun relasi yang efektif dengan Depdiknas atau Dinas Penddikan, masyarakat, guru dan siswa.

· Mempunyai gaya administratif yang luwes.

· Bersedia menanggung risiko.

· Memberikan umpan balik yang yang bermutu pada guru.

· Menjamin adanya kaji ulang yang kontinyu terhadap program sekolah, dan melakukan evaluasi kemajuan program kearah pencapaian tujuan sekolah.

6) lklim

· Sekolah mempunyai seperangkat nilai etika-moralitas dan etos yang dianggap penting.

· Kepala sekolah, guru dan murid menunjukkan keperdulian dan loyalitas terhadap tujuan sekolah dan nilai-nilai.

· Sekolah menjanjikan lingkungan dan suasana yang menyenangkan, menggairahkan, dan menantang bagi guru dan murid.

· Adanya iklim saling menghargai dan saling mempercayai sesama dan diantara guru dan murid.

· Adanya iklim saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka di sekotah.

· Adanya ekspektasi terhadap semua murid bahwa mereka akan berlaku sebaik-baiknya. Adanya komitmen yang kuat untuk belajar sunguh-sungguh.

· Kepala sekolah, guru dan murid mempunyai semangat yang tinggi untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.

· Adanya morale (semangat juang) yang tinggi di kalangan murid.

· Para murid saling menaruh respek terhadap sesamanya dan terhadap barang-barang milik mereka.

· Adanya kesempatan bagi murid untuk mengambil tanggung jawab di sekotah.

· Adanya disiplin yang baik di skolah.

· Jarang sekaii ada kejadian yang menuntut staf administrasi senior untuk turun tangan menertibkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh murid.

· Adanya tingkat kemangkiran yang rendah di kalangan murid.

· Adanya tingkat mengulang kelas yang rendah.

· Adanya tingkat kenakalan anak yang rendah.

· Adanya morale (semangat juang) yang tinggi di kalangan guru.

· Adanya tingkat persatuan (cohesiveness) dan semangat yang tinggi di kalangan guru.

· Adanya tingkat kemangkiran yang rendah di kalangan guru.

· Sedikit sekati permohonan untuk pindah dan guru ke sekolah lain.

2. CIRI-CIRI PEMBEIAIARAN YANG DISARANKAN

Sebagai tambahan ciri-ciri di atas, berikut ini saya sajikan peran sekolah dan guru yang terkait dengan murid.

· Memberikan pemahaman mengenai faktor-faklor yang berpengaruh di dalam mengembangkan pandangan hidup murid.

· Mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang penting guna berpartisipasi dalam proses politik.

· Mengembangkan sikap cinta belajar dan mewujudkannya di dalam setiap kegiatan yang terjadi sepanjang hidup.

· Mengembangkan bakat kreatif siswa secara penuh dalam berbagai bidang kesenian.

Khusus yang terkait dengan pengataman belajar, sekolah dan guru serta pihak yang berkepentingan dengan pendidikan dituntut untuk bekerjasama dalam hal:

· Menjamin agar semua siswa mengalami dalam penggunaan dan pemahaman makna serta pengembangan bahasa melalui cerita, sajak, drama dan kegiatan Iainnya yang terkait.

· Menjamin bahwa pembelajaran sedapat mungkin berlangsung melalui pengalaman langsung.

· Menyediakan peluang bagi semua murid untuk mengembangkan kemampuan mereka.

· Memberikan pengalaman bagi murid yang mempunyai hambatan khusus agar mampu mengatasi hambatan yang mereka punyai.

Khusus yang terkait dengan manajemen sekolah, kepala sekolah dan guru disarankan untuk:

· Menyediakan berbagai peluang bagi orangtua murid untuk melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan sekolah.

· Mengembangkan sistim penghargaan sesuai dengan umur murid sebagai pengakuan atas prestasi istimewa yang mereka capai.

· Mengelola sekolah dengan cara-cara yang merefleksikan keberlangsungan keterlaksanaan kurikulum.

· Menciptakan cara-cara agar pemberian informasi kepada orang tua mengenai hal-hal yang terkait dengan sekolah dan kemajuan murid dapat beriangsung secara teratur.