Senin, 19 Juli 2010

Strategi Belajar Mengajar

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

paya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya, adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab professional setiap guru. Guru tidak cukup hanya menyampaikan materi pengetahuan kepada siswa di kelas tetapi dituntut untuk
meningkatkan kemampuan guna mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai dengan
kebutuhan profesinya. Mengajar bukan lagi usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,

melainkan juga usaha menciptakan system lingkungan yang membelajarkan subjek didik agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal. Mengajar dalam pemahaman ini memerlukan suatu strategi belajar mengajar yang sesuai. Mutu pengajaran tergantung pada pemilihan strategi yang tepat dalam
upaya mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif subjek didik. Untuk itu perlu dibina dan
dikembangkan kemampuan professional guru untuk mengelola program pengajaran dengan strategi
belajar yang kaya dengan variasi.
A.PENGERTIAN
Strategi belajar-mengajar, menurut J.R. D avid dalam Teaching Strategies f or College Class Room
(1976) ialah aplan, method, or series of activities designe to achicves a particular educational goal
(P3G, 1980). Menurut pengertian ini strategi belajar-mengajar meliputi rencana, metode dan
perangkat kegiatan yangdirencanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Untuk
melaksanakan strategi tertentu diperlukan seperangkat metode pengajaran. Strategi dapat diartikan
sebagai aplan of operation achieving something “ rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu” .
Sedangkan metode ialah a way in achieving something “ cara untuk mencapai sesuatu” . Untuk

melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat metode pengajaran tertentu. D alam pengertian demikian maka metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar. Unsur seperti sumber belajar, kemampuan guru dan siswa, media pendidikan, materi pengajaran, organisasi
adalah: waktu tersedia, kondisi kelas dan lingkungan merupakan unsur-unsur yang mendukung
st rat egi belajar-mengaj ar
.
B.KOMPONEN STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR
K omponen-komponen tersebut adalah:
1.Tujuan pengajaran
Tujuan pengajaran merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih strategi belajar
mengaj ar .
2.Guru
Masing-masing guru berbeda dalam pengalaman, pengetahuan, kemampuan menyajikan
pelajaran,gaya mengajar, pandangan hidup dan wawasan. Perbedaan ini mengakibatkan adanya
perbedaan dalam pemilihan st rat egi belajar mengajar yang digunakan dalam program pengajaran.
3.Peserta didik
D alam kegiatan belajar mengajar peserta didik mempunyai latarbelakangyang berbeda-beda, hal
ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun strategi belajar mengajar yang tepat
4. Materi pelajaran
Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal (isi pelajaran dalam buku teks resmi/ buku
paket di sekolah) dan materi informal (bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan
sekolah)
5. Metodepengajaran
Ada berbagai metode pengajaran yang perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar mengajar
6.M edi a pengaj ar an


K eberhasilan program belajar mengajar tidak tergantung dari canggih atau tidaknya media yang
digunakan, tetapi dari ketepatan dan keef ektif an media yang digunakan.
7. Faktor administrasi dan finansial
Terdiri dari jadwal pelajaran, kondisi gedung dan ruang belajar.
C.JENIS-JENIS STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR
D alam hal ini dikenal tiga macam strategi belajar mengajar yaitu:
1. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru
2. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik
3. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada materi pengajaran
D i l i hat dari kegi at an pengol ahan pesan at aumateri, maka strategi belajar mengajar dibedakan dalam
dua jenis, yaitu:
1. Strategi belajar mengajar ekspositori dimana guru mengolah secara tuntas pesan/ materi sebelum
disampaikan di kelas sehingga peserta didik tinggal menerima saja.
2.Strategi belajar mengajar heuristik atau kuriorstik, dimana peserta didik mengolah sendiri
pesan/ mat eri dengan pengarahan dari guru.
Strategi belajar mengajar dilihat dari cara pengolahan atau memproses pesan atau materi dibedakan
dalam dua jenis yaitu:
1.Strategi belajar mengajar deduksi yaitu pesan diolah mulai dari umum menuju kepada yang
khusus, dari hal-hal yang abstrak kepada hal-hal yang konkrit.
2.Strategi belajar mengajar induksi yaitu pengolahan pesan yang dimulai dari hal-hal yang khusus
menuju ke hal-hal umum, dari peristiwa-peristiwa yang bersifat induvidual menujuke
gener al i sasi .

Tujuan Pengajar an
A.K OMPETENSI
Pendidikan berdasarkan kompetensi adalah suatu system dengan komponen-komponennya yang
terdiri atas masukan, proses, keluaran, dan umpan balik sebagaimana di gambarkan pada bagan di
bawah. Ciri-cirinya sebagai suatu system dapat kita catat sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pel aksanaan pendi di kan di l akukan dengan pendekat an syst em.
2. Pengembangan program bertitik tolak dari perangkat kompetensi
3.Pel aksanaan program bersif at f leksibel dalam arti mengutamakan exit requirement. Peserta didik
secara individual dituntut untuk memenuhi tingkat kompetensi tertentu yang telah ditentukan
sebel umnya.
4.Penyajian pengalaman belajar dilakukan dengan pendekatan modular. Artinya, pengalaman
belajar disajikan dalam bentuk satuan-satuan yang utuh masing-masing terarah pada
pembentukan kompetensi tertentu.
5.Mementingkan balikan sebagai esensi dari accountability. Accountability adalah
pertanggungjawaban pendidikan terhadap lembagapendidikan itu sendiri, pemakai lulusan,
kelompok prof esi yang terkait, anggota masyarakat, peserta didik dan orang tua mereka, dan
terhadap Tuhan sendiri.
MODEL PEN DI DI KAN BERDASARKAN KOMPETEN SI
Pendidikan berdasarkan kompetensi dibandingkan dengan pendidikan secara konvensional
menunjukkan perbedaan-perbedaan yang esensial sebagai berikut:

1.Pendidikan berdasarkan kompetensi dilakukan dengan pendekatan system. Berbeda dengan pendidikan konvensional bercirikan transformasi informasi, pendidikan berdasarkan kompetensi ini berusaha mengembangkan kemampuan dengan pendekat an syst em.

2.Pendidikan berdasarkan kompetensi tujuannya diarahkan pada perilaku yang dapat didemostrasikan. Pendidikan konvensional tujuan pengajarannya tidak dinyatakan dalambentuk perilaku yang dapat didemonstrasikan.
3. K onsekuensi dari pendidikan kompetensi ialah bahwa penilaian hasil belajar dilakukan dengan
system penilaian acuan patokan atau PAP (criterion ref erenced assessment)). Berbeda dengan
penilaian acuan norma atauPAN (norn reference assessment), penilaian pada pendidikan
berdasarkan kompetensi didasarkan tingkat kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan
(criteria) yang harus dikuasai oleh siswa. Misalnya ditentukan bahwa paling sedikit 70% dari


kompetensi yang telah dimasukkan dalam proses belajar harus dikuasai oleh siswa bisa lulus pada
program pengajaran yang bersangkutan.

4.Pendidikan berdasarkan kompetensi mementingkan balikan, baik balikan formatif maupun balikan sumatif. Pada pendidikan konvensional hanya balikan sumatif yang dipentingkan, balikan f ormatif walaupun ada tetapi f ungsinya kurang mendapat perhatian yang penting.
5. Penyajian pengajaran pada pendidikan berdasarkan kompetensi dilaksanakan dengan menerapkan
belajar tuntas (mastery learning). Dalam hubungan i ni ori ent asi bel aj ar si swa adal ah on t he t ask
dan bukan of f the task. Maksudnya, bahwa siswa tidak suka menghindari tugas-tugas, sebaliknya
ia mencari tugas-tugas yang terkait dengan pelajarannya, baik tugas yang diberikan oleh guru
maupun tugas yangdiciptakannya sendiri. Ciri lain dari belajar tuntas ini ialah proses belajar
mengajar sama pentingnya dengan tujuan pengajaran. Siswa live in proses belajar mengajar yang
diikutinya, ia menghayati keterlibatannya di dalam proses itu, karena itu ia mendapatkan sendiri
nilai-nilai tertentu di dalam proses belajar mengajar yang tidak mungkin diperoleh kalau tidak ikut
terlibat di dalamnya.
6.Pendidikan berdasarkan kompetensi memberi tekanan pada penguasaan secara individual.
Pendidikan konvensional lebih bersifat klasikal.
K ompetensi Guru
Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga K ependidikan (P4SPTK ) di
I ndonesia mengemukakan 10 kemampuan dasar bagi guru yang prof essional, yait u :
PROFI L KEMAMPUAN DASAR GURU
Menguasai bahan bidang studi dalam
kurikulum sekolah
1.MENGUASAI
BAHAN
1.1.
a.Menguasai bahan dari metodologi
pengajaran 4 (empat) bidang studi di
SD (Bahasa I ndonesi a, Mat emat i ka,
IPA, IPS)
b.Menguasai bahan biang st udi dalam
kurikulum SPG
2.MENGELOLA
PROGRA M
BELAJAR
MENGAJAR
2.1.Merumuskan tujuan instruksional
2.2.Mengenal dan dapat menggunakan metode
mengaj ar
2.3.Memilih dan menyusun prosedur
instruksional yang tepat
2.4.Mel aksanakan program bel aj ar mengaj ar
2.5.Mengenal kemampuan (entering behavior)
anak didik
2.6.Merencanakan dan melaksanakan program
r emedi al
3.MENGELOLA
KELAS
3.1.Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran
3.2.Mencipta


4.1.Mengenal memilih dan menggunakan media 4.2.membuat alat-al at Bant u pel aj aran sederhana 4.3.Menggunakan dan mengelola laboratorium
dal am r angka pr oses bel aj ar mengaj ar
4.4.Mengembangkan laboratorium
4.5.Menggunakan perpust akaan dalam proses
belajar mengajar
4.6.Menggunakan microteaching unit dalam
program pengalaman lapangan
5.MENGUASAI
LANDASAN-
LANDASAN
KEPENDIDIKAN
6.MENGELOLA
INTERAKSI
BELAJAR
MENGAJAR
7.MENILAI
PRESTASI SI SWA
UNTUK
KEPENDIDIKAN
PENGAJARAN
8.MENGENAL
FUNGSI DAN
PROGRA M
PELAYANAN
BIMBINGAN DAN
PENYULUHAN
8.1.Mengenal f ungsi dari program layanan dan
penyuluhan di sekolah
8.2.Menyelenggarakan program layanan
bimbingan di sekolah
9.MENGENAL DAN
MENYELENGGA-
RAKAN
ADMINISTRASI
SEKOLAH
9.1.Mengenal penyelenggaraan administrasi
sek ol ah
9.2.Menyelenggarakan administrasi sekolah
10.MEMAHAMI DAN
MENAFSIRKAN
HASIL-HASIL
PENELITIAN
PENDIDIKAN
GUNA
K EPERLUAN
PENGAJARAN
B.TUJUAN PENDIDIKAN
1.Tujuan pendidikan nsional menurut UU N o. 2 tahun 1989 dirumuskan sebagai berikut:
“ Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia I ndonesia
seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan” .
2. Tujuan pendidikan pra sekolah menurut PP N o. 27 tahun 1990, ialah:
B A B6
:DISK USI
KE L O M P O K
STRATEGI
BELAJAR
MENGAJAR
6
Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, penget ahuan, ket erampilan, dan daya
cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk
pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
3. Tujuan pendidikan pada pendidikan dasar menurut PP N o. 28 tahun 1990 ialah:
Memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya
sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
4. Tujuan pendidikan pada lembaga pendidikan menengah menurut PP N o. 29 tahun 1990 ialah:
a.Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kesenian.
b.Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan social, budaya, dan alam sekitarnya.
5. Tujuan pendidikan tinggi menurut PP N o. 30 tahun 1990 ialah:

a.Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/ atau prof essional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/ atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/ atau seni.
b.Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan teknologi, dan/ atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memper kaya kebudayaan nasi onal .
C.TUJUAN PENGAJARAN
Program pengajaran adalah perangkat kegiatan belajar mengajar yang direncanakan untuk mencapai
tujuan yang kita sebut dengan tujuan instruksional. K arena penyelenggaraan pengajaran di sekolah
dilakukan dalam syst em semest er, maka program pengajaran disusun dalam dua t ahap, yait u:
1. Program semester
2. Programtatap muka(penjabarandari programsemester)
Pr ogr ampengajaran unt uk sat u semest er disebut juga silabi mat a pelajaran, at au lebih dikenal dengan

nama satuan program pengajaran (SPP). Program pengajaran yang disusun untuk setiap tatap muka merupakan penjabaran secara lebih terperinci dan konkret dari SPP dan disebut satuan pelajaran (SP, at au Sat pel ) at au sat uan acar a pengaj ar an (SA P).
K egiat an belajar mengajar yang operasional t erjadi dalam set iap t at ap muka ant ara guru dan pesert a
di di k di dal am kel as. Tuj uan yang menj adi sasaran kegi at an bel aj ar mengaj ar dal am set i ap pert emuan
tatap muka itu disebut tujuan instruksional khusus sebagai penjabaran dari tujuan instruksional
umum. Program pengajaran yang dirancang untuk mencapai tujuan ini terdiri atas seperangkat
komponen yang saling berinteraksi sehingga merupakan suatu system tersendiri. Komponen-
komponen dari system itu ialah:
1. Isi atau materi pelajaran
2. Kemampuanpesertadidik (enteringbehavior)
3. Kemampuan guru
4. Bent uk kegiat an belajar mengajar
5. Mediadan bahan pengajaran
6. Metodepengajaran
7. Sumber belajar
8.Ruang kel as dengan segal a per l engkapannya
9. Tujuan yang diharapkan, dan
10.Analisis hasil sebagai balikan.
Menurut Bloom, taksonomi tujuan pengajaran dapat dibedakan dalam tiga kawasan (domain) yaitu:
1.K awasan kognitif adalah tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan pengenalan, dan
keterampilan serta kemampuan intelektual.


2.Kawasan efektif adalah tujuan yang berhubungan dengan perubahan sikap, nilai dan
perkembangan moral dan keyakinan
3. K awasan psikomotorik adalah tujuan yang berhubungan dengan keterampilan motorik.
K etiga kawasan tujuan tersebut pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, saling
berinterpenetrasi sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
T ak sanomi tujuan pengajaran pada kawasan kognitif menurut Bloom terdiri atas enam tingkatan yang
susunannya sebagai berikut :
1.Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan untuk mengenal atau mengingat kembali sesuatu
objek, ide, prosedur, prinsip atau teori yang pernah ditemukan dalam pengalaman tanpa
memanipulasikannya dalam bentuk atau symbol lain.
2. Pemahaman (comprehension) adalah kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi
yang telah diketahui, perilaku yang dapat didemontrasikan yang menunjukkan bahwa kemampuan
mengert i, memahami yang t elah dikuasai ant ara lain ialah dapat menjelaskandengan kata-kata
sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan dan dapat mempertimbangkan kemampuan-
kemampuan yang tergolong dalam taksonomi ini, adalah:
a.Translasi, yaitu kemampuan untuk mengikuti symbol tertentu menjadi symbol lain tanpa
perubahan makna
b.I nterpretasi yaitu kemampuan menjelaskan makna yang terdapat di dalam simbol, baik
symbol verbal maupun yang non verbal.
Dapat menginterpretasikan konsep atau prinsip dan dapat menjelaskan secara rinci makna,
dapat membandingkan, membedakan, atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain.
c.Ekstrapolasi yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau kelanjutan dari
suat u t emuan.
3. Penerapan (Application) adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur atau
teori tertentu pada situasi tertentu.
4.Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk menguraikan suatu bahan (f enomena ataubahan
pelajaran) ke dalam unsur-unsurnya, kemudian menghubung hubungkan bagian dengan bagian
lain disusun dan diorganisasikan.
5.Syntesis (Synthesis) adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan semua
unsur atau bagian sehingga membentuk satu keseluruhan secara utuh. Dengan kata lain,
kemampuan untuk menampilkan pikiran secara orisinil atau inovatif
6.Evaluasi (Evaluation) adalah kemampuan untuk mengambilkeputusan, menyatakan pendapat
atau memberi penilaian berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif.
Taksonomi tujuan pengajaran pada kawasan afektif penggolongannya dikategorikan dalam lima jenis
taksonomi yang terurut secara bertahap yaitu:
1. Penerimaan(Receiving/Attending),diperinci dalamtigatahap
a.K esiapan untuk menerima (awarness) yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan
stimulus (program pengajaran, bahan bacaan, tontonan).
b.K emauan untuk menerima (Willingness ToReceives) yaitu usaha untuk mengalokasikan
perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
c.Menghususkan perhatian (Controlled Or Selected Attention) pada bagian tertentu dari
stimulus yang diperhatikan.
2. Penanggapan(Responding),prosesini terdiri atastigatahapyaitu:
a. Kesiapan Menanggapi ( AcquiescenceOf Responding)
b.K emauan Menanggapi ( Willingness To Respond)
c.K epuasan menanggapi (Satisf action I n Response)
3.Penilaian (Valuing) pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi yaitu proses untuk
memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Proses ini terbagi atas empat tahap
sebagai berikut:
a. Menerimanilai (AcceptanceOf Value)
b.Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (Pref erence For A Value)
c.K omitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan al asan-alasan tertentu yang muncul
dari rangkaian pengalaman.
4. Pengorganisasian (Organization), tahap ini tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu tetapi
mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu system nilai, terdiri dari
dua tahapan sebagai berikut.
a. K onseptualisasi nilai yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain atau menemukan
asumsi-asumsi yang mendasar i suat u kebi asaan
b.Pengorgani sasi an syst em ni l ai , menyusun perangkat ni l ai dal am suat u syst em ni l ai berdasarkan
tingkat preferensinya
5. K arakterisasi (Characterization) yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan system
nilai. Prosesini terdiri dari duatahapan yaitu.
a.Generalisasi yaitu kemampuanuntuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang
tertentu
b.K arakteristik yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak
tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan
Taksonomi Tujuan Pengajaran pada K awasan Psikomotorik adalah pengajaran pada kawasan ini
menuntut pengembangan keterampilan dalam bidang tertentu. Taksonomi Psikomotorik dapat
disederhanakan dalam lima tahap yatu:
1.K esiapan (Set )
2.Meniru (I mitation)
3. Membiasakan (Habitual)
4. Menyesuaikan (Adaptation)
5. Menciptakan (Origination)

Cara Belajar Siswa Aktif
A.PENGERTIAN
Car aBel aj ar Si swa A k t i f adal ah car a mengaj ar dengan mel i bat k an ak t i vi t as si swa secar a mak si mal
dalam proses belajar baik kegiatan mental intelektual, kegiatan emosional, maupun kegiatan fisik
secar a t er padu.
Menurut Conny Seniawan, CBSA yang dipraktekkan adalah cara belajar siswa aktif yang
mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan. K eterampilan memproseskan perolehan
pada siswa meliputi keterampilan-keterampilan mengamati/ observasi, membuat hipotesis,
mer encanakan penelitian, mengendalikan Variabel, menafsirkan data, menyusun kesimpulan,
membuat prediksi, menerapkan dan mengkomunikasikan.
Mengajar dalam pendekatan ini, menciptakan system lingkungan yang memungkinan semua
kemampuan siswa dapat dikembangkan dalam proses belajar. Mat eri disajikan secaramer angsang,
kemampuan siswa diperhitungkan, guru berf ungsi sebagai motivator, organisation, pengarah dan
media pengajaran yang cukup komunikatif . D i dalam sisten ini, siswa memperoleh pengalaman
belajar dengan cirri-ciri sebagai berikut.
1.Siswa live-in didalam proses belajar mengajar sehingga mereka minikmati pengalam belajar yang
asyi k
2. Kegiatan belajar berjalam secaraantusias

3. Ada rasa penasaran diikuti dengan sikap on the task. Pengalam belajar yang telah dikembangkan didalam kelas akan diteruskan diluar kelas, baik dalam arti pengalaman belajar terstruktur maupun pengalaman belajar mandiri.
Menurut Conny Semiawan, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam usaha menciptakan kondisi
belajar supaya siswa dapat mengopt imalkan akt ivit asnya dalam proses belajar mengajar, ant ara lain:
1.Prinsip motivasi, dimana guru berperan sebagai motivator yang merangsang dan membangkitkan
motif-motif yang positif dari siswa dalam proses belajar mengajar
2.Prinsip latarat auk ontek s, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan apa yang telah
diperoleh siswa sebelumnya. D engan perolehan yang ada inilah siswa dapat memproses bahan
baru
3.Prinsip Keterarahan,yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung-hubungkan seluruh aspek
pengaj ar an
4.Prinsip belajar sambil bekerja,yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan
pengalaman dengan kegiat an int elekt ual
5.Prinsip perbedaan perorangan,yai t u kenyat aan bahwa ada perbedaan-perbedaan tertentu di antara
set i apa si swa, shi ngga mer eka t i dak di per l akukan secar a kl asi kal
6.Prinsipmenemuk an,yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi yang dibutuhkan
dengan pengarahan seperlunya dari guru
7.Prinsip pemecahan masalah,yait u mengarahkan siswa unt uk peka pada masalah dan mempunyai
keterampilan untuk mempu menyelesaikannya
B.CBSA DAN MATERI PENGAJARAN
Salah sat u unsur pent ing dalam pengalaman belajar ialah isi at au mat eri pelajaran. Mat eri pelajaran
dapat digolongkan dalam empat kategori, yaitu:
·


·
Prosedur,
·
K onsep, dan
·
Prinsip
C.CBSA DAN KEBERMAKNAAN BELAJAR
Aktivitas yangdimaksud dalam konsep CBSA ialah aktivitas yang bermakna. Disamping
kebermaknaan kegiatan, kadar CBSA ditentukan oleh modus kegiatan belajar yang digolongkan
dalam tiga kategori yaitu:
a.Belajar reseptif (menerima).Aktivitas belajar yang dominan dalam modus ini ialah: mendengar,
memperhatikan, mengamati, dan mengkaji. Belajar reseptif adalah usaha untuk menerima
informasi, mengolah informasi, dan mengkaji informasi.
b.Belajar dengan penemuan terpimpin.Belajar dalam pengert ian ini t erarah pada usaha menemukan
konsep atau prosedur atau prinsip di bawah bimbingan guru.
c.Belajar dengan penemuan mandiri.Di sini siswa berusaha menemukan sendiri tanpa bimbingan
langsung dari guru. Pada umumnya, modus belajar ini merupakan pengembangan dari belajar
reseptif dan belajar dengan penemuan terpimpin.
Apabila modus kegiatan belajar tersebut dihubungkan dengan kebermanaan belajar, maka diperoleh
sembilan jenis kegiatan belajar-mengajar dengan kadar CBSA yang berbeda-beda seperti tampak pada
bagan di bawah.
M odus Kegiatan Belajar
Kebermaknaan
Belajar
Resepti f
Penemuan
terpimpin
Penemuan
mandiri
Rote learningT abel
perkalian
Menggunakan
rumus untuk
menyel esai k an
masal ah
M enyel esai k an
dengan coba-coba
Belajar agak
bermakna
Cer amah t eksKerja
laboratorik
sek ol ah
Penelitian at au kar y
a
intelektual yang
bersifat rutin
Meaningful
learning
Klarifikasi
hubungan
antarkonsep
Pengaj ar an
auditorial yang
baik
Penelitian ilmiah
gubahan musi k

Strategi INKUIRI
A.PENGERTIAN
Strategi inkuiri berarti suatu rangkai an kegi at an kegi at an bel aj ar yang mel i bat kan secara maksi mal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya denga penuh percaya diri. Sasaran utama
kegiatan mengajar pada strategi ini ialah:
·
K eterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. K egiatan belajar di sini adalah
kegiatan mental intelektual dan social emosional.
·
K et er ar ahan kegi at an secar a l ogi s dan si st emat i s pada t uj uan pengaj ar an
·
Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri (selfbelief)pada diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inkuiri.
Untuk menyusun strategi yang terarah perlu diperhatikan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa
dapat berinkuiri secara maksimal. Kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya
inkuiri bagi siswa adalah:
1.A spek soci al di dal am kel as dan suasana t erbuka yang mengundang si swa berdi skusi . H al i ni
menuntut adanya suasana bebas di dalam kelas, setiap siswa tidak merasakanadanya
tekanan/ hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. K ebebasan berbicara dan penghargaan
terhadap pendapat yang berbeda walaupun pendapat itu tidak relevan.
2.I NK UI RI berfokus pada hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa ada dasarnya semua
pengetahuan bersif at tentatif , tidak ada kebenaran yang bersif at mutlak. Sehubungan adanya
berbagai sudut pandang yang berbeda diantara siswa, maka dimungkinkan adanya variasi
penyelesaian masalah sehingga I NK UI RI bersif at open ended, ada berbagai kesimpulan yang
berbedadari masing-masing siswa dengan argumen yang benar. D isamping I NK UI RI terbuka
dikenal juga I N K UI RI t ert ut up yait u jika hanya ada sat u-sat unya kesimpulan yang benar sebagai
hasil prosesINKUIRI.
3.Penggunaan f akt a sebagai evidensi. Didalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang
f akta sebagimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.

Untuk menciptakan kondisi diatas, maka peranan guru sangat menentukan. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi inf ormasi dan siswa sebagai penerima inf ormasi, sekalipun hal itu sangat diperlukan. Peranan utama gurudalam menciptakan kondisi inkuiri adalah sebagai berikut.
1. Motivator,yangmemberi rangsangansupayasiswaaktif dangairahberpikir
2. Fasilisator,yangmenunjukkanjalankeluar jikaadahambatandalamprosesberpikir siswa
3. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi keyakinan
pada diri sendiri.
4. Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas.
5. Pengarah,yangmemimpinaruskegiatanberpikir siswapadatujuanyangdiharapkan
6. Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas
7.Rewarder, yang memberi penhargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan
semangat heuristik pada siswa
Supaya guru dapat melakukanperananya secara ef ekt i f maka pengenal an kemampuan si swa sangat
diperlukan, terutama cara berpikirnya, cara mereka menanggapi, dan sebagainya.
B.STRATEGIINKUIRIDAN DIMENSI BERPIKIR

Untuk merangsang kegiatan berpikir peserta didik, maka perlu diketahui apayang dia ketahui dan
bagaimana cara ia berpikir untuk menganal berbagai cara berpikir siswa, terutama dalam INKUIRI,
perlu dikenal cara berpikir antara lain:
1.Berpik ir urutan. Apabila misalnya guru menghadapkan kepada siswa tiga bilangan berurut-urut 2,
4,6 maka siswa dapat menyebut t iga bilangan pada urut an ke-4 adalah 8 dan ke-5 adalah 10.
2.Berpikir bertentangan.Jika pada siswa dihdapkan pasangan kata-kata panas-dingin, kecil-b esar ,
maka ia dapat menyebut pasangan dari kat a-kata siang-……, berat-……, dan set er usnya yang
benar.
3.Berpikir A sosiasi.Jika siswa dihadapkan pasangan kata-kata besi-berat, kapas-ringan, maka ia
dapat menyebut pasangan dari kata murid-…… dengan benar.
4.Berpikir Kausalitas.Jika kepada siswa dihadapkan pasangan kata-katarajin-pandai, mendung-
hujanmaka ia dapat menyebut pasangan kata menganggur………...dengan benar.
5.Berpikir konsentris. Berpikir konsentris menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi dari
keempat cara berfikir di atas.

6.Berpikir konvergen.berpangkal dari unsur-unsur yang terpisah-pisah. Dengan mempelajari karakteristik dari kecenderungan masing-masingunsur,makadiketahui semuaunsur mengarah pada satu titik tertentu.
7.Berfikir D iver gen , bertitik tolak dari suatu peristiwa menuju ke berbagai kemungkinan

8.Berfikir Silogi sm e, bertitik tolak pada premis mayor yang tidak diragukan kebenarannya dan ada premis minor yang sif atnya lebih khusus dengan menghadapkan premis minor terhadap premis mayor maka dapat diperoleh suatu kesimpulan.
C.PROSESINKUIRI
Pada hakekatnya I NK UI RI merupakan suatu proses
PROSESI N KUI RI

Semua tahap dalam proses I N K UI RI tersebut di atas merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut pada proses belajar sebagai motivator, fasilitator dan pengarah. Pada strategi ekspositori murni, semua tahap dilakukan sendiri oleh guru, sedangkan pada I N K UI RI dilakukan oleh siswa.
K emampuan-kemampuan yang dituntut pada setiap tahap proses I N K UI RI :
MERUMUSKAN
MASALAH
MENARIK
KESIMPULAN
SEMENTARA
MERUMUSKAN
HIPOTESIS
MENGUJI
HIPOTESIS
MENGUMPULKAN
BUKTI
KEMAMPUAN YAN GDI KEMBAN GKAN DALAM
PROSESI N KUI RI
Tahap I nkuiri
K emampuan yang dintuntut
1.Merumuskan
masal ah
a.K esadar an t er hadap masal ah
b.Melihat pentingnyamasalah
c.M er umuskan masal ah
2.Merumuskan
j awaban
sement ar a
(hipotesis)
a.Menguji dan menggolongkan jenis data
yang dapat diperoleh
b.Melihat dan merumuskan hubungan
yang ada secar a l ogi s
c.Merumuskan hipotesis
3.Menguji jawaban
tentative
a.Merakit peristiwa
-
Mengidentifikasikan peristiwayang
dibutuhkan
-
Mengumpulkan data
-
Mengeval uasi dat a
b.Menyusun data
-
Mentranslasikan data
-
Menginterpretasikandata
-
Mengklasifikasikan
c.Analisisdata
-
Melihat hubungan
-
M encat at per samaan dan per bedaan
-
Mengidentifikasikan tren,
sekuensi dan ket erat uran
4.Menarik kesimpulan
a.Mencari pola dan makna hubungan
b.Merumuskan kesimpulan
5.Menerpkan
kesimpulan dan
gener al i sasi
D.SKENARIO KEGIATAN BELAJAR MENGAJARINKUIRI
Sintaks untuk Model I NK UI RI K elompok
1.Tahap Pert ama
Menghadapi st imulus (t erencana at au t idak t erencana)
2.Tahap K edua
Menjajaki reaksi t erhadap sit uasi yang merangsang
3.Tahap K etiga
Merumuskan tugas yang dipelajari dan mengorganisasikan kelas (merumuskan masalah, tugas
kel as, per anan, dan sebagai nya)
4.Tahap K eempat
Bel aj ar menyel esai kan masal ah secara i ndependen at au kel ompok
5.Tahap K elima
Menganalisis proses dan kemajuan kegiatan belajar
6.Tahap K eenam
Evaluasi dan tindak lanjut
Sintaks dapat juga dirinci dengan model belajar kelompok sebagai berikut:

I. STRATEGI DAN METODE

1.

PENGERTIAN STRATEGI, METODE DAN TEKNIK BELAJAR MENGAJAR

Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, makajenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.


Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran.


Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan (Winamo Surakhmad)


Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.


Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dan metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Untuk lebih memperjelas perbedaan tersebut, ikutilah contoh berikut:


Dalam suatu Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk mata kuliah Metode-metode mengajar bagi para mahasiswa program Akta IV, terdapat suatu rumusan tujuan khusus pengajaran sebagai benikut: “Para mahasiswa calon guru diharapkan dapat mengidentifikasi minimal empat jenis (bentuk) diskusi sebagai metode mengajar”. Strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut misalnya:

1.

Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah dilihatnya, secara kelompok.
2.

Mahasiswa diminta membaca dua buah buku tentang jenis-jenis diskusi dari Winamo Surakhmad dan Raka Joni.
3.

Mahasiswa diminta mendemonstrasikan cara-cara berdiskusi sesuai dengan jenis yang dipelajari, sedangkan kelompok yang lain mengamati sambil mencatat kekurangan-kekurangannya untuk didiskusikan setelah demonstrasi itu selesai.
4.

Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.

Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa teknik pengajaran adalah kegiatan no 3 dan 4, yaitu dengan menggunakan metode demonstrasi dan diskusi. Sedangkan seluruh kegiatan tersebut di atas merupakan strategi yang disusun guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam mengatur strategi, guru dapat memilih berbagai metode seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan sebagainya. Sedangkan berbagai media seperti film, kaset video, kaset audio, gambar dan lain-lain dapat digunakan sebagai bagian dan teknik teknik yang dipilih.


KLASIFIKASI STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR


Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan:

1.

Expository dan Discovery/Inquiry :

“Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.


Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar.


Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh guru tampak pada contoh berikut:


Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wama, dan sebagainya.


Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia merigemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.


Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang terbaik dan sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.


Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu menguji cobakan penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.


Dan contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.

Discovery dan Inquiry :

Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya; mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi dan sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai”


Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men, melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.


Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. DR. J. Richard Suchman mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi. guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang langkah-langkahnya sebagai berikut:

1.

Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan
2.

Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
3.

Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui keglatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
4.

Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan
5.

Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.
6.

Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
7.

Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
8.

Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
9.

Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan Sebagaimana mestinya.

Sedangkan langkah-langkah inquiry menurut dia meliputi:

1.

Menemukan masalah
2.

Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
3.

Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
4.

Perumusan keterangan yang diperoleh
5.

Analisis proses inquiry.

3.

Pendekatan konsep :

Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah “concept” (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang dinamakan “konsep”.


Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar dari istilah “konsep”, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif

4.

Pendekatan Cara Belajar Stswa Aktif (CBSA)

Pendekatan ini sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student centered).


Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.


Hakekat dad CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:

*

Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
*

Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
*

Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap

Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.


Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkani menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar karena memang sengaja dirancang untuk itu.


Prinsip-prinsip CBSA:


Dan uraian di atas kita ketahui bahwa prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:


a. Dimensi subjek didik :

*

Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direnca nakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
*

Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
*

Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang olch guru.
*

Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
*

Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.

b. Dimensi Guru

*

Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
*

Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
*

Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
*

Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara, mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
*

Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.

c. Dimensi Program

*

Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
*

Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
*

Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

d. Dimensi situasi belajar-mengajar

*

Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
*

Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.

Rambu-rambu CBSA :


Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.

1.

Berdasarkan pengelompokan siswa :
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.

2.

Berdasarkan kecepatan nzasing-rnasing siswa :
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.

3.

Pengelompokan berdasarkan kemampuan :
Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.

4.

Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat :
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.

5.

Berdasarkan domein-domein tujuan :
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah: 1) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta. 2) Domein afektif, aspek sikap. 3) Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.

Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah: 1) Keterampilan intelektual. 2) Strategi kognitif. 3) Informasi verbal. 4) Keterampilan motorik. 5) Sikap dan nilai.

Di samping pengelompokan (klasifikasi) tersebut di atas, masih ada pengelompokkan yang lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor sekaligus seperti, wawasan tentang manusia dan dunianya, tujuan serta lingkungan belajar. Pendapat ini dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Well dengan mengemukakan rumpun model-model mengajar sebagai berikut :

1.

Rumpun model interaksi sosial
2.

Rumpun model pengelola informasi Rumpun model personal-humanistik
3.

Rumpun model modifikasi tingkah laku.

T. Raka Joni mengemukakan suatu kerangka acuan yang dapat digunakan untuk memahami strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:

1.

Pengaturan guru-siswa :
*

Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan antara : Pengajaran yang diberikan oleh seorang guru atau oleh tim
*

Hubungan guru-siswa, dapat dibedakan : Hubungan guru-siswa melalui tatap muka secara langsung ataukah melalui media cetak maupun media audio visual.
*

Dari segi siswa, dibedakan antara : Pengajaran klasikal (kelompok besar) dan kelompok kecil
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).

2.

Struktur peristiwa belajar-mengajar :
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan ditempuh.

3.

Peranan guru-siswa dalam mengolah pesan :
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.

4.

Proses pengolahan pesan :
Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.

Pemilihan strategi belajar-mengajar

Titik tolak untuk penentuan strategi belajar-mengajar tersebut adalah perumusan tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara optimal, selanjutnya guru harus memikirkan pertanyaan berikut : “Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap siswa dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan?” Pertanyaan ini sangat sederhana namun sukar untuk dijawab, karena tiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi strategi memang harus dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan secara efektif dan produktif.


Langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut; Pertama menentukan tujuan dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana serta seberapa tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun tidak mudah dijawab, sebab selain setiap siswa berbeda, juga tiap guru pun mempunyai kemampuan dan kwalifikasi yang berbeda pula. Disamping itu tujuan yang bersifat afektif seperti sikap dan perasaan, lebih sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru untuk aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat membentuk sebagaimana besar siswa untuk mencapai hasil yang optimal.


Namun guru tidak boleh berhenti sampai disitu, dengan kemajuan teknologi, guru dapat mengatasi perbedaan kemampuan siswa melalui berbagai jenis media instruksional. Misalnya, sekelompok siswa belajar melalui modul atau kaset audio, sementara guru membimbing kelompok lain yang dianggap masih lemah.


Kriteria Pemilihan Strategi Belajar-mengajar, menurut Gerlach dan Ely adalah:

1.

Efisiensi :
Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan pengajarannya berbunyi : Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang belum diberi nama, siswa dapat menunjukkan delapan jenis binatang yang termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan diberi nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para siswa diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu diadakan tes mereka dapat menjawab dengan betul. Dengan kata lain mereka dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan Strategi ekspository tersebut memang merupakan strategi yang efisien untuk pencapaian tujuan yang bersifat hafalan. Untuk mencapai tujuan tersebut dengan strategi inquiry mungkin oleh suatu konsep, bukan hanya sekedar menghafal.

Strategi ini lebih tepat. Guru dapat menunjukkan berbagai jenis binatang, dengan sketsa atau slide kemudian siswa diminta membedakan manakah yang termasuk serangga; ciri-cirinya, bentuk dan susunan tubuhnya, dan sebagainya. Guru menjawab pertanyaan siswa dengan jawaban pelajari lebih jauh. Mereka dapat mencari data tersebut dari buku-buku di perpustakaan atau melihat kembali gambar (sketsa) yang ditunjukkan guru kemudian mencocokkannya. Dengan menunjuk beberapa gambar, guru memberi pertanyaan tentang beberapa spesies tertentu yang akhirnya siswa dapat membedakan mana yang termasuk serangga dan mana yang bukan serangga. Kegiatan ini sampai pada perolehan konsep tentang serangga.

Metode terakhir ini memang membawa siswa pada suatu pengertian yang sama dengan yang dicapai melalui ekspository, tetapi pencapaiannya jauh lebih lama. Namun inquiry membawa siswa untuk mempelajari konsep atau pnnsip yang berguna untuk mengembangkan kemampuan menyelidiki.

2.

Efektifitas :
Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan merupakan pemborosan bila tujuan akhir tidak tercapai. Bila tujuan tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan suatu strategi tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi yang lain, maka strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan.

3.

Kriteria lain :
Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan strategi maupun metode adalah tingkat keterlibatan siswa. (Ely. P. 186). Strategi inquiry biasanya memberikan tantangan yang lebih intensif dalam hal keterlibatan siswa. Sedangkan pada strategi ekspository siswa cenderung lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan ekspository maupun discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian memilih strategi yang lain efektif dan efisien untuk mencapainya.

A. Latar Belakang

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.

Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:
potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya tepat;
mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup (life skill);
persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil;
1. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga pendidikan;
2. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas mengenai standar kompetensi lulusan.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu kepada bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.

Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar.

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan.

B. Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal. Block (1971) menyatakan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik sebagai berikut :

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.

Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Jika kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi. Secara skematis konsep tentang prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat digambarkan sebagai berikut :

Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah:
Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis,
Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback,
Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

C. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas

1. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.

Adapun langkah-langkahnya adalah :
a. mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),
b. membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
c. mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.

Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:
a.Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
b. Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
c. Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
d. Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
e. Menggunakan teknik diagnostik

3. Peran Peserta didik

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Asumsi dasarnya adalah:
bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)

Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:
Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.
Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.

Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.


Sumber:indoskripsi.com
Posted December 2nd, 2009 by farahdiba

Strategi Belajar Mengajar Profesional
13:21, 08/10/2009

KITA belajar berdasarkan yang dibaca, didengar, dilihat, dikatakan dan dilakukan. Secara bahasa strategi biasanya diartikan sebagai siasat, kiat, terik atau cara. Sedangkan secara umum maknanya adalah suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Adapun strategi belajar mengajar bisa diartikan sebagai pola umum dalam kegiatan guru dan siswa dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dengan istilah lain strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa untuk mencapai tujuan mengajar tertentu.

Untuk melaksanakan tugas secara profesional seorang guru memerlukan wawasan yang baik dan terukur tentang kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang dirumuskan.

Batasan belajar mengajar yang bersifat umum mempunyai empat dasar strategi.
1. Mengindentifikasi serta menetapkan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan perubahan zaman.
2. Mempertimbangkan dan memilah sistem belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran yang akurat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
4. Menetapkan norma batas minimal keberhasian atau kriteria dan standar keberhasilan. Sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru melakukan evaluasi hasil belajar. Selanjutnya dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional secara keseluruhan.

Dari keempat uraian di atas, jika diterapkan dalam konteks kegiatan belajar mengajar, strategi belajar mengajar pada dasarnya memiliki implikasi sebagai berikut:

1. Proses mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui pembelajaran.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi dan pandangan filosofi masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik mengajar.
4. Menetapkan norma atau kriteria keberhasilan belajar.
Hakikat proses belajar mengajar terkaitan dengan konsep belajar. Banyak definisi tentang belajar, diantaranya:
1. Belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
2. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi yang sama,. Perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.

3. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

4. Belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.
5. Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia. Perubahan tersebut terlihat dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan daya fakir dan kemampuan lain.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikat adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walau pada kenyataannya, tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses. Bukan hasil yang diperoleh. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri. Adapun orang lain hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar, agar belajar mendapatkan hasil baik. (*)

Oleh:HERMAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar